SEMARANG–Angka perceraian di Kota Semarang terbilang cukup tinggi pada 2018. Pengadilan Agama Kelas IA Kota Semarang mencatat ada sekitar 3.534 gugatan perceraian yang ditangani dalam kurun waktu Januari-Desember 2018.
Jumlah itu mengalami lonjakan sekitar 300 kasus dibanding 2017 lalu, yang hanya mencapai 3.253 perkara. Mengherankannya lagi, mayoritas gugatan perceraian itu muncul atas permintaan pihak perempuan atau sang istri.
BACA JUGA: Pengadilan Agama Karawang: Banyak Kasus Perceraian Dipicu Medsos
“Istri yang menggugat cerai suaminya selama 2018 mencapai 2.343 orang, sedangkan dari pihak laki-laki atau suami hanya sekitar 862 orang. Jadi perbandingannya satu banding tiga,” ujar Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Kelas IA Kota Semarang, Taskiyaturmobihah, saat dijumpai wartawan di ruang kerjanya, Jumat (18/1/2019).
Ia menuturkan kaum hawa yang kerap menggugat suaminya kebanyakan berusia antara 30-40 tahun. Pihaknya sempat memediasi agar perceraian itu tidak terjadi. Namun, upayanya mentok karena berbagai alasan maupun telah terjadi kesepakatan sebelumnya untuk bercerai.
Taskiyatur menilai ada berbagai alasan perceraian terjadi. Mulai dari suami yang meninggalkan istri, perselingkuhan, faktor ekonomi, hingga tindak kekerasan dalam rumah tangga.
“Di Jateng kasus perceraian paling banyak di Cilacap dan Tegal. Di Tegal malah ada 700 gugatan dalam satu bulan. Semarang banyak, karena banyak istri yang menceraikan suami karena faktor ekonomi. Suaminya kebanyakan jadi buruh bangunan,” imbuh Taskiyatur.
BACA JUGA: Bagaimana Hukum Perceraian dalam Islam?
Taskiyatur menambahkan untuk awal Januari 2019 ini, pihaknya telah memproses putusan cerai sekitar 100 perkara. Ia tetap berupaya memaksimalkan layanan persidangan bagi masyarakat. Terdapat 20 hakim dan 17 panitera yang menangani sidang gugatan cerai tersebut.
“Saking banyaknya, kita sampai kewalahan menangani setiap gugatan cerai yang masuk. Selain jam kerjanya terbatas, jumlah sumber daya manusianya juga masih sedikit,” tutur Taskiyatur. []
SUMBER: SOLOPOS