Oleh: Dedi Juhari – Purwakarta
PAGI ini, saya berangkat ke tempat kerja hanya 20 menit, kurang lebih. Biasanya, 45 menit. Angkot mogok. Di depan Yogya Pasar Jumat, pada pukul 09.00-an, angkot-angkot sudah berjajar dengan membentangkan berbagai spanduk. Pada pukul 07.00 pagi, saya melihat kawanan pelajar banyak berjalan kaki di pinggir jalan memburu sekolah—yang tentu saja mereka pasti sudah telat masuk.
Tuntutan angkot adalah penghentian transportasi online. Dalam surat yang banyak beredar di grup WA, ada pengerahan massa sekitar 1500. Jika benar, tentu bisa dibayangkan. Tadi saja, Purwakarta sangat lengang. Tak ada macet di Sudirman dan beberapa jalan protokol lainnya. Asyik-lah!
Bisa dipahami tentu saja tuntutan ini. Semakin hari, angkot makin tergerus oleh transportasi online. Transportasi online bentuknya seperti gaib namun ada. Tidak semua orang melihatnya, namun mereka berbaur dengan kehidupan sosial kita secara nyata.
Pada bulan November 2017 silam, saya bertanya pada salah seorang pengemudi grab yang saya tumpangi. Jumlah Grab Car sudah di angka 40 ketika itu. Selang tiga bulan sekarang, tentu jumlahnya sudah membengkak, karena kebutuhan akan itu juga semakin besar.
Ini zaman milineal tentu saja. Menolak transportasi online secara utuh tentu saja bukan ide yang pas dengan kekinian zaman. Generasi muda sekarang tentu lebih memilih angkutan yang nyaman, dan harga terjangkau. Transportasi online adalah pilihan yang utama buat mereka. Sedangkan buat generasi old seperti saya yang tidak cukup terkoneksi dengan internet secara baik, angkot masih jadi primary sepertinya.
Angkot tentu saja juga mesti berbenah. Yang paling mendasar tentu saja pendekatan-pendekatan di lapangan; memberikan pelayanan yang baik kepada penumpang, tidak berhenti dimana hanya dia dan Tuhan saja yang tahu, tidak nyetel musik-musik aneh selama dalam perjalanan dengan suara yang menggelagar di bagian belakang, misalnya. Memang tidak semuanya angkot seperti ini. Banyak juga yang asyik kok.
Tapi menurut saya, menaikkan ongkos angkot jadi Rp5000,00 misalnya bukan juga solusi yang pas. Ongkos yang lebih mahal hanya akan membuat generasi zaman now semakin sering mengakses transportasi online sebagai pilihan dia ketika berpergian. Kita tidak bisa membendung teknologi, apapun itu kondisinya. Yang bisa kita lakukan adalah melakukan pendekatan bagaimana teknologi menguntungkan dan bermanfaat buat kita semua.
Semoga pemerintah daerah Purwakarta dan para sopir angkot mendapatkan solusi yang pas dan asyik untuk permasalahan ini. []
Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi di luar tanggung jawab redaksi.