PARA ulama menyatakan, bahwa pada ayat:
فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ
Artinya: “Janganlah kamu mengatakan pada keduanya (orangtua) perkataan “uf” (cuh).”
Bisa diambil kesimpulan hukum, haramnya memukul kedua orangtua.
Namun, dari mana kesimpulan itu didapatkan? Mereka berbeda pendapat.
1. Sebagian menyatakan, hukum tersebut didapatkan dari mafhum muwafaqah terhadap ayat di atas. Artinya, hukum tersebut ditunjukkan oleh lafazh itu sendiri dalam bahasa, namun tidak secara tersurat (manthuq), melainkan secara tersirat (mafhum).
Jadi ayat ini, dari lafazhnya, selain menunjukkan larangan mengucapkan ‘cuh’ secara tersurat, juga menunjukkan larangan memukul orangtua secara tersirat.
2. Ada juga yang memahami hukum tersebut didapatkan melalui qiyas. Artinya, lafazh ayat itu sendiri, tidak menunjukkan hukum tersebut. Namun di dalamnya ada ‘illah (sifat yang menunjukkan berlakunya hukum) yaitu “menyakiti orangtua”, dan ‘illah itu juga terdapat pada memukul orangtua.
Karena memiliki ‘illah yang sama, maka memukul orangtua hukumnya haram, sebagaimana mengucapkan kata kasar terhadap keduanya, bahkan keharaman memukul lebih besar lagi.
3. Ada lagi yang menyatakan, hukum itu langsung didapatkan dari manthuq ayat tersebut, namun dengan memperhatikan siyaq (konteks) dan qarinah (faktor penyerta).
Berdasarkan pendapat ini, yang ditunjukkan oleh ayat di atas secara manthuq lafazh, mengikuti siyaq dan qarinah-nya, adalah larangan menyakiti kedua orangtua. Maka termasuk di dalamnya: memukul, menendang, memaki, mengucapkan ‘cuh’, dan semisalnya.
Karena mengikuti siyaq dan qarinah, maka makna yang ditunjukkan di sini adalah makna majazi.
4. Mirip dengan pendapat ketiga, bahwa hukumnya langsung didapatkan dari manthuq ayat. Namun ayat itu dibawa ke makna yang lebih umum, berdasarkan ‘urf.
Jadi, mengikuti ‘urf, ayat ini maknanya adalah larangan menyakiti kedua orangtua. Karena mengikuti ‘urf, maka makna yang ditunjukkannya masuk dalam kategori haqiqah ‘urfiyyah. []
SUMBER: MUHAMMAD ABDUH NEGARA