TANYA: Apa hukum mengatakan kata sial pada sesuatu atau orang. Dan bagaimana percaya akan angka, tempat, waktu, sosok sial?
JAWAB: Perhatikan poin-poin ini. Pertama, di antara makna sejati keimanan kepada Allah SWT adalah keyakinan tanpa ragu sedikitpun, bahwa hanya Dia yang Maha Mengatahui segalanya dan Maha Menetapkan atas segala yang telah, akan dan sedang terjadi. Allah SWT berfirman, “Jika Allah menimpakan kepadamu kemudaratan maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia dan bila Dia menghendaki kebaikan bagimu maka tidak ada yang dapat menolak keutamaan-Nya.” (QS. Yunus: 107).
BACA JUGA: Sial Gara-gara Cicak?
Dalam sebuah hadits Rasul saw menguatkan keimanan kita, “Seandainya umat berkumpul untuk memberikan kemanfaatan bagimu dengan sesuatu niscaya mereka tidak dapat memberikan kemanfaatan bagimu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan untukmu. Dan sebaliknya, jika mereka semuanya berkumpul untuk memudaratkanmu dengan sesuatu niscaya mereka tidak dapat menimpakan kemudaratan tersebut kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan atasmu.” (HR. Tirmidzi)
Kedua, kepercayaan tentang “kesialan,” dikenal pada bangsa Arab dahulu dengan thiyarah, merasa sial karena melihat sesuatu seperti melihat hewan tertentu, pecah atau rusak sesuatu, melihat angka, tanggal lahir, dll. Hamah, merasa bernasib sial kalau melihat burung hantu; membawa berita kematian dirinya atau keluarganya. Rasul saw telah menyatakan dengan tegas dalam sabda-sabda beliau, di antaranya, “Thiyarah adalah syirik, thiyarah adalah syirik, (beliau mengucapkan) tiga kali, dan tidak ada seorang pun diantara kita kecuali (telah terjadi dalam hatinya sesuatu dari hal itu), hanya saja Allah menghilangkannya dengan tawakkal kepada-Nya.”(HR. Abu Daud)
Ketiga, Islam menghukumi haram terkait meyakini sesuatu atau karena melihat sesuatu sebagai indikasi kesialan. Para ulama menegaskan keharamannya berdasarkan sabda beliau, “Tidak ada kesialan karena sesuatu.“ (HR. Muslim). Demikian beliau menegaskan dalam hadits lain, “Rasulullah SAW tidak pernah merasa sial karena adanya sesuatu.” (HR. Abu Daud).
Imam Ibnu Qayyim, menyatakan bahwa kepercayaan kesialan karena sesuatu potensial melengserkan keyakinan puncak kepada Allah. Beliau menambahkan semestinya sebagai mukmin mengaplikasikan firman Allah SWT, “Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan.” (QS. al-Fatihah: 5), juga firman-Nya, “Hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya aku akan kembali.” (QS. asy-Syura: 10)
Keempat, keimanan yang benar kepada Allah SWT, termasuk meyakini jika jalan yang kita lakukan adalah kebaikan dan kebenaran, maka haqqul yaqin hanya kebaikan pula yang hadir, bahkan jika sebaliknya sesungguhnya ia adalah ujian agar beroleh yang lebih baik. Kita diminta optimis, berharap penuh kepada Allah, yakin sepenuhnya akan kekuatan-Nya, karena tidak ada sesuatu terjadi tanpa izin-Nya.
BACA JUGA: Bagaimana Hukum Prank seperti yang Marak di Media Sosial Saat Ini?
Dalam sebuah hadits dijelaskan bagaimana kita harus bersikap, ‘Urwah bin ‘Amir meriwayatkan, bahwa suatu waktu tentang percaya terhadap sesuatu itu (membawa sial) dibicarakan di hadapan Rasulullah SAW. Lalu beliau bersabda, “Yang paling baik adalah fa’i (optimis dan berharap yang baik) dan janganlah kamu melarangnya kepada orang Islam. Apabila salah seorang di antara kamu sekalian melihat sesuatu yang tidak disenanginya maka hendaklah mengucapkan, “Allaahumma laa ya’tii nbii hasanaati illaa anta walaa yadfa’us sayyiaati illaa anta walaa haula walaa quwwata illaa bika” (Wahai Allah, tidak ada yang dapat mendatangkan kebaikan kecuali Engkau dan tidak ada yang dapat menghindarkan bahaya kecuali Engkau, tidak ada daya dan tidak ada kekuatan kecuali atas pertolongan-Mu).” (HR. Abu Daud)
Kelima, sejatinya dengan menggantungkan sesuatu kepada selain Allah, maka mau tidak mau makin membuat kita lemah dan menggerus keyakinan sejati kepada kemahakuasaan-Nya. Karena itu indah bila berhadapan dengan apapun, kita yakin dengan kekuasaan dan kebaikan Allah, husnudhan kepada-Nya, berbuat maksimal semampu kita, tambah dengan kuat berdoa, selanjutnya bertawakal, dan biarkan Dia menetapkan sesuatu untuk kita. Niscaya hanya kebaikan dan hikmah terbaik yang kita dapatkan. Rasul SAW ajarkan, “Dan apabila engkau ditimpa sesuatu maka katakanlah ‘Qadarullah wa maa syaa’a fa’al, Telah ditakdirkan oleh Allah dan apa yang Dia kehendaki pasti terjadi.” (HR. Muslim). Wallahu’alam. []