NYANYIAN sudah menjadi sebuah kebutuhan dan kebiasaan bagi masyarakat di zaman sekarang. Diibaratkan bagaikan sayur tanpa garam, jika sehari saja tidak melantunkan ataupun mendengarkan nyanyian. Padahal nyanyian itu tidak diperbolehkan dalam Islam, mengapa? Ini dia penjelasannya.
Adapun mendengarkan nyanyian dari wanita asing (bukan mahram) atau anak kecil yang tampan maka ia termasuk hal-hal yang diharamkan yang paling besar dan ia lebih merusak terhadap agama. Terdapat dalam Ilalu Ahmad, (1/238); Al-Muntaqa An-Nafis, (hal. 297); Masa’ilu Abdillah, (449); Al-Istiqamah, (1/385); oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
As-Syafi’i Rahimahullah berkata, “Jika ada pemilik budak wanita mengumpulkan orang banyak agar mendengarkan nyanyian daripadanya maka ia adalah orang bodoh yang tidak bisa diterima kesaksiannya.” Bahkan lebih dari itu beliau berkata, “Perbuatan itu termasuk dayatsah. Orang yang melakukan hal itu adalah dayyuts (yang merelakan kehormatan keluarganya).”
Al-Qadhi Abu Thayyib berkata, “Beliau mengatakan pelakunya sebagai orang yang bodoh, karena ia mengajak manusia kepada kebatilan, dan siapa yang mengajak manusia pada kebatilan maka dia adalah orang bodoh dan fasik.”
BACA JUGA:Â Istri Suka Dengarkan Musik dan Begadang, Bagaimana?
Beliau juga berkata, “Adapun kecapi, gitar dan semua alat-alat musik maka itu semua adalah haram, orang yang mendengarnya adalah fasik dan sungguh mengikuti jama’ah lebih baik daripada mengikuti dua orang tercemar kehormatannya.”
Ibnu Qayyim berkata, “Yang beliau maksud dua orang tercemar kehormatannya adalah Ibrahim bin Sa’d dan Ubai-dillah bin Al-Hasan, karena beliau berkata, ‘Dan tidaklah menyelisihi dalam hal nyanyian kecuali dua orang yaitu: Ibrahim bin Sa’d, sebab As-Saji meriwayatkan daripadanya bahwa ia berpendapat tentang nyanyian sebagai sesuatu yang tidak apa-apa. Dan yang kedua adalah Ubaidillah bin Al-Hasan Al-Anbari, seorang qadhi Bashrah, dan dia adalah orang yang tercemar kehormatannya’.”
Abu Bakar Ath-Thurthusi berkata, “Ini adalah kelompok yang menyalahi jama’ah umat Islam, sebab mereka menjadikan nyanyian sebagai agama dan bentuk ketaatan, dan mereka berpendapat agar hal itu diumumkan di masjid-masjid, tempat-tempat berkumpul, dan setiap majlis-majlis yang mulia, padahal tidak ada orang yang berpendapat seperti mereka.
Dengan demikian, pengakuan kelompok itu atas hal tersebut adalah suatu kefasikan, dan orang yang mengakuinya menjadikan aib dalam keadilan dan kedudukannya dalam agama.”
Dan alangkah indah apa yang diungkapkan oleh sebagian ulama, yang itu juga dibuktikan dalam perbuatan mereka, “Katakanlah kepada mereka sebagaimana yang dikatakan oleh hamba yang menasihati, dan hak nasihat adalah didengar.
Sejak kapankah diketahui manusia dalam agama kita, bahwa nyanyian adalah Sunnah yang harus diikuti? Dan agar seseorang makan seperti makannya keledai dan berdansa dalam suatu perkumpulan hingga terjadi perzinahan.
Dan mereka berkata, ‘Kami mabuk cinta kepada Tuhan’, padahal tidaklah suatu kaum itu mabuk kecuali karena cawan-cawan (minuman keras). Demikianlah binatang, jika dikenyangkan maka kekenyangan membu-atnya menari-nari.
Lalu seruling membuatnya mabuk, juga nyanyian, padahal jika (surat) Yasin dibacakan ia berpaling jengkel. Masjid-masjid kita dihinakan karena memperdengarkan (Al-Quran), lalu apakah dimuliakan kandang-kandang (minuman) seperti itu?”
Penyair lain berkata, “Orang-orang mulia berpendapat, tetapi sebagian kelompok dari orang-orang rendah menghalangi. (Ironinya), mereka mengaku meniti jejak mereka, tetapi titian para penganggur. Mereka memotong jalan orang-orang ahli ibadah, menyimpangkan jalan-jalan petunjuk dengan kebodohan dan kesesatan.
Mereka menampakkan pada lahirnya pakaian takwa, tetapi isi perut mereka penuh dengan daki-daki. Jika engkau katakan, ‘Allah befirman dan Rasul bersabda’, mereka mengerlingmu dengan kerling kemungkaran penuh meremehkan.
Juga jika engkau katakan,’Para sahabat telah berkata, karena ituyang utama hendaknya kalian mengikuti dalam ucapan dan perbuatan mereka’, atau jika engkau katakan, ‘Para keluarga nabi telah berkata, semoga Allah memberi sebaik-baik shalawat keluarga nabi’, atau jika engkau katakan, ‘Imam Syafi’i, Ahmad, Abu Hanifah dan Imam Malik telah berkata’.
Atau jika engkau katakan, ‘Para sahabat mereka sesudahnya telah berkata’, maka semua itu bagi mereka sebagai khayalan belaka, lalu ia berkata, ‘Hatiku telah memberitahuku tentang rahasianya, tentang rahasia-rahasiaku dan tentang keadaanku yang sejati, tentang diriku, tentang pikiranku, tentang kesendirianku, tentang kesaksianku, tentang apa yang keluar dari diriku, tentang keadaanku, tentang kesejatian waktuku, kesejatian kesaksianku, tentang rahasia diriku, tentang sifat-sifat perbuatanku.’
BACA JUGA: Bahaya Mendengarkan Musik Lebih dari Satu Jam
(Semua adalah) pengakuan, yang jika engkau telusuri, akan engkau dapatkan ia hanyalah nama-nama dusta yang dibungkus dengan kemustahilan, mereka meninggalkan hakikat dan syariat, lalu meniru yang tampak dari orang-orang bodoh dan sesat, mereka menjadikan kepura-puraan sebagai pintu, ungkapan-ungkapan khianat sebagai bualan, lalu melompat menjadikannya sebagai dalil.
Mereka melemparkan Kitabullah di belakang punggung mereka, seperti musyafir yang membuang sisa makanan mereka. Nyanyian mereka jadikan kendaraan bagi hawa nafsu mereka, dan mereka keterlaluan di dalamnya, sehingga mengatakan di dalamnya berbagai kemustahilan.
(Nyanyian) dikatakannya sebagai ketaatan, qurbah dan Sunnah, mereka percaya dalam hal tersebut terhadap syaikh yang menyesatkan. Yaitu syaikh dahulu yang memerangkap mereka dengan khayalan-khayalan, lalu mereka mengiyakan ajakan penipu. Karenanya, mereka menghindari Al-Quran, As-Sunnah dan atsar, sebab semuanya mempersaksikan kesesatan mereka.
Mereka tidak mau mendengarkan kecuali apa yang mereka syahwati, sehingga melupakan mereka terhadap kesibukan lain. Ketika mendengar Al-Quran mereka menyerang, karena tuli, buta dan meremehkan.
Jika seorang qari’ membacakan satu surat kepadanya, maka musuhnya (Al-Quran) membuat Al-Quran itu begitu berat, lalu juru bicara mereka berkata, ‘Engkau terlalu panjang membaca—padahal belum sampai sepuluh (ayat)—karena itu pendekkanlah, kamu memang membosankan.’ []
Referensi: E-book Manajenen Qalbu/Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah/Darul Falah/2005