MUHARRAM termasuk ke dalam bulan-bulan haram dan memiliki keistimewaan di sisi Allah SWT. Karena itu kita disunnahkan untuk berpuasa di bulan Muharram karena memiliki banyak keutamaan. Salah satu amalan yang utama pada bulan ini adalah puasa Asyura atau puasa pada tanggal 10 Muharram.
Dalam riwayat yang lain Rasulullah SAW juga menyampaikan akan berpuasa pada tanggal sebelumnya, yakni 9 Muharam.
“Ketika Rasulullah SAW berpuasa pada hari ‘Asyuro dan memerintahkan puasa Asyuro, para sahabat bertanya: ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya hari ini diagungkan oleh Yahudi dan Nashara.’ Rasulullah berkata: ‘Apabila berjumpa pada tahun depan, Insyaallah, kita akan berpuasa pada hari ke-9 (Tasu’a).’ Namun, tidak sampai tahun berikutnya, Rasulullah SAW sudah wafat.” (HR. Imam Muslim)
BACA JUGA: Apa Itu Puasa Tasu’a?
Namun, bagaimana jika puasa Muharram ini dikerjakan hanya sehari pada tanggal 10?
Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat sebagaimana yang dikutip dari Rumaysho berikut ini:
Ulama Hanafiyah menegaskan bahwa makruh hukumnya jika berpuasa pada tanggal 10 saja dan tidak diikutsertakan dengan tanggal 9 Muharram atau tidak diikutkan dengan puasa tanggal 11-nya.
Sedangakan ulama Hambali tidak menganggap makruh jika berpuasa tanggal 10 saja.
Sebagaimana pendapat ini menjadi pendapat dalam madzhab Imam Malik. Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 28: 90.
Disebutkan oleh Imam Nawawi ra bahwa Imam Asy Syafi’i dan ulama Syafi’iyyah, Imam Ahmad, Ishaq dan selainnya mengatakan bahwa dianjurkan (disunnahkan) berpuasa pada hari kesembilan dan kesepuluh sekaligus; karena Nabi SAW berpuasa pada hari kesepuluh dan berniat (berkeinginan) berpuasa juga pada hari kesembilan.
Apa hikmah Nabi SAW menambah puasa pada hari kesembilan? An Nawawi ra melanjutkan penjelasannya.
Sebagian ulama mengatakan bahwa sebab Nabi SAW bepuasa pada hari kesepuluh sekaligus kesembilan agar tidak tasyabbuh (menyerupai) orang Yahudi yang hanya berpuasa pada hari kesepuluh saja.
Dalam hadits Ibnu Abbas juga terdapat isyarat mengenai hal ini. Ada juga yang mengatakan bahwa hal ini untuk kehati-hatian, siapa tahu salah dalam penentuan hari ’Asyura’ (tanggal 10 Muharram).
Pendapat yang menyatakan bahwa Nabi menambah hari kesembilan agar tidak menyerupai puasa Yahudi adalah pendapat yang lebih kuat. Wallahu a’lam. Lihat Syarh Shahih Muslim, 8: 15.
Ulama Hanafiyah dan Syafi’iyah berpendapat sunnahnya berpuasa pada tanggal 11 bagi yang tidak sempat berpuasa tanggal sembilannya.
BACA JUGA: Nabi Musa Raih Kemenangan di Hari Asyura
Bahkan disebutkan oleh Asy Syarbini Al Khotib, Imam Syafi’i dalam Al Umm dan Al Imla’ mengatakan bahwa disunnahkan berpuasa tiga hari sekaligus, yaitu 9, 10 dan 11 Muharram.
Kesimpulannya, tidaklah makruh melaksanakan puasa Asyura saja, yaitu tanggal 10 tanpa diiringi tanggal 9.
Namun lebih baiknya dua hari tersebut digabungkan untuk menyelisihi orang Yahudi.
Jika tidak sempat tanggal 9 dan 10, maka bisa memilih tanggal 10 dan 11 untuk berpuasa. Karena tujuannya sama, agar puasa Asyura tersebut tidak menyerupai puasa orang Yahudi. []
SUMBER: RUMAYSHO