SETIAP orang tentu memiliki masa lalu yang tak ingin diketahui orang lain. Jika masa lalu itu berkaitan dengan dosa besar terhadap Allah wajibkah berterus terang?
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ آنَ لَكُمْ أَنْ تَنْتَهُوا عَنْ حُدُودِ اللَّهِ مَنْ أَصَابَ مِنْ هَذِهِ الْقَاذُورَاتِ شَيْئًا فَلْيَسْتَتِرْ بِسِتْرِ اللَّهِ فَإِنَّهُ مَنْ يُبْدِى لَنَا صَفْحَتَهُ نُقِمْ عَلَيْهِ كِتَابَ اللَّهِ
“Wahai sekalian manusia, aku telah mengingatkan kalian untuk berhati-hati pada batasan-batasan Allah. Barangsiapa terjerumus dalam perbuatan yang jelek, hendaknya ia menutupi dirinya dengan tirai Allah. Karena barangsiapa memberitahukan perbuatannya kepada kami, maka kami pasti akan menegakkan ketetapan hukum Allah atasnya.” (HR. Ath-Thahawi dalam Syarh Musykil Al-Atsar, 1: 86; Al-Hakim, 4: 244; Al-Baihaqi, 8: 330.
Syaikh ‘Abdullah Al-Fauzan dalam Minhah Al-‘Allam, 8: 435 menyatakan bahwa sanad hadits ini kuat, zahirnya shahih. Al-Hakim mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim.)
Kesimpulan dari hadits yang bisa diambil:
1. Wajib seorang hamba menjauh dan waspada dari maksiat.
2. Siapa yang terjerumus dalam maksiat, hendaklah ia tutup dengan tirai Allah, jangan ia tampakkan apa yang telah ia perbuat, lalu bersegeralah bertaubat.
3. Pendapat yang paling kuat menurut para ulama, siapa saja yang terjerumus dalam maksiat atau terjerumus dalam dosa yang semestinya terkena hukuman hadd, maka baiknya ia menutupi dirinya dan segera bertaubat. Cukup antara dirinya dan Allah saja yang mengetahui dosa yang pernah diperbuat.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَسْتُرُ اللَّهُ عَلَى عَبْدٍ فِى الدُّنْيَا إِلاَّ سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Jika Allah menutupi dosa seorang hamba di dunia, maka Allah akan menutupinya pula pada hari kiamat.” (HR. Muslim, no. 2590)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu pula, beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ أُمَّتِى مُعَافًى إِلاَّ الْمُجَاهِرِينَ ، وَإِنَّ مِنَ الْمَجَانَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلاً ، ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللَّهُ ، فَيَقُولَ يَا فُلاَنُ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا ، وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ
“Setiap umatku dimaafkan kecuali orang yang terang-terangan dalam bermaksiat. Yaitu seseorang yang telah berbuat dosa di malam hari lantas di pagi harinya ia berkata bahwa ia telah berbuat dosa ini dan itu padahal Allah telah menutupi dosanya. Pada malam harinya, Allah telah menutupi aibnya, namun di pagi harinya ia membuka sendiri aib yang telah Allah tutupi.” (HR. Bukhari, no. 6069 dan Muslim, no. 2990).
Dua hadits di atas menunjukkan bahwa jika Allah telah menutupi dosa kita, maka jangan ditampakkan.
4. Siapa yang menampakkan maksiat dan bahkan ada bukti jelas, maka ia bisa ditegakkan hukum Allah.
5. Semua maksiat disebut qodzurat, sesuatu yang jelek.
Moga Allah menutupi setiap dosa kita yang ada dan memberikan kita taufik untuk segera bertaubat. []
Referensi:
Minhah Al-‘Allam fii Syarh Bulugh Al-Maram. Cetakan ketiga, tahun 1433 H. Syaikh ‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. 8: 435-437/