SUAP atau Risywah adalah hal yang terlarang dalam Islam. Larangan tentangnya banyak disebutkan dalam al-Qur’an dan hadits Nabi SAW. Larangan terhadap suap dalam al-Qur’an diambil dari celaan Allah SWT kepada kaum Yahudi yang biasa mengambil suap.
Allah SWT berfirman yang artinya: “Mereka (orang-orang Yahudi) itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan suht (yang haram).” (QS. Al-Maidah: 42)
Suap, baik yang memberi maupun yang menerima, maka keduanya akan dilaknat.
Dari Abdullah bin ‘Amr, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda, “Laknat Allah kepada pemberi suap dan penerima suap.” (HR. Ahmad, no. 6984; Ibnu Majah, no. 2313)
Risywah (suap) akan tetap menjadi haram dan tidak menjadi halal hanya dengan diubah namanya. Pasalnya sebagian orang melakukan atau meminta risywah (suap), namun dinamai dengan hadiah, sedekah, hibah, pasal, atau lainnya, maka itu tetap haram.
Sebab istilah ini tidak mengubah hakekat. Khamr tidak menjadi halal dengan dinamakan vodka misalnya. Zina tidak lantas menjadi halal hanya dengan dinamakan hiburan. Riba tidak menjadi halal dengan dinamakan bunga, dan seterusnya. Macam-macam risywah (suap), di antaranya:
Pertama, Suap untuk meraih jabatan atau kekuasaan
Memberi suap untuk mendapatkan jabatan hakim atau kekuasaan wilayah (kepala desa, bupati, gubernur, presiden, anggota legislatif, atau jabatan lainnya), hukumnya haram bagi pemberi dan penerimanya. [Lihat al-Mausû’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah, 22/222]
Kedua, Risywah atau pemberian untuk mendapatkan haknya atau menolak kezhaliman
Risywah secara istilah adalah nama yang disematkan pada sebuah pemberian yang bertujuan untuk membatalkan kebenaran atau untuk menegakkan atau melakukan kebatilan (kepalsuan; kezhaliman).
Sehingga ketika seseorang memberikan sesuatu, tidak untuk membatalkan kebenaran, dan tidak untuk menegakkan atau melakukan kebatilan (kepalsuan; kezhaliman), tetapi untuk mendapatkan haknya, atau untuk menolak kezhaliman dan bahaya dari dirinya, keluarganya, atau hartanya, ini perbolehkan.
Orang yang memberi tidak berdosa, tetapi orang yang mengambilnya berdosa, karena mengambil barang yang bukan haknya. [al-Mausû’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah, 22/222]
Ketiga, Suap di dalam hukum
Hukum memberi suap kepada hakim adalah haram, demikian juga menerimanya, walaupun keputusannya benar, karena memutuskan hukum dengan benar itu sudah menjadi kewajiban hakim.
Allah SWT berfirman yang artinya: “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” [Al-Baqarah/2: 188]
Macam-macam risywah (suap) banyak sekali, tidak terbatas, di atas hanyalah sekadar contoh sebagiannya saja. Banyak kalangan, bahkan banyak negara, telah mengetahui keburukan suap dan korupsi, oleh karena mereka berusaha melawan dan memeranginya.
Selayaknya umat Islam tidak melakukan suap. Bahkan seharusnya mereka mengingkarinya sesuai dengan kemampuan, baik dengan tangan/kekuasaan, lisan/perkataan, atau paling tidak dengan hati. Jangan sampai ikut arus dan larut di dalam kemaksiatan, karena hal itu akan menyebabkan kecelakaan di dunia dan akhirat. []
SUMBER: MINA | AL KABAIR