IBARAT sebuah kaca di tempat terbuka, semakin lama dibiarkan maka akan semakin kotor tertutup debu. Karenanya kaca tersebut harus rutin dilap agar tetap bersih dan bebas dari kotoran yang menempel. Begitu pun dengan jiwa. Semakin jauh dari Allah SWT dan jarang beribadah, maka jiwa akan kotor dan perlu disucikan.
Dalam bahasa Arab, penyucian jiwa disebut sebagai tazkiyatun nafs, yang terdiri dari dua kata: at-tazkiyah dan an-nafs. At-tazkiyah bermakna at-tath-hiir, yaitu penyucian atau pembersihan. Dan karena itulah zakat, yang satu akar dengan kata at-tazkiyah disebut zakat karena ia kita tunaikan untuk membersihkan/menyucikan harta dan jiwa kita. Adapun kata an-nafs (bentuk jamaknya: anfus dan nufus) berarti jiwa atau nafsu. Dengan demikian tazkiyatun nafs berarti penyucian jiwa atau nafsu kita.
BACA JUGA: 2 Hal Penyebab Malas Beribadah
Namun at-tazkiyah tidak hanya memiliki makna penyucian. At-tazkiyah juga memiliki makna an-numuww, yaitu tumbuh. Maksudnya, tazkiyatun nafs itu juga berarti menumbuhkan jiwa kita agar bisa tumbuh sehat dengan memiliki sifat-sifat yang baik/terpuji.
Dari tinjauan bahasa di atas, bisa kita simpulkan bahwa tazkiyatun nafs itu pada dasarnya melakukan dua hal. Pertama, menyucikan jiwa kita dari akhlak yang buruk/tercela seperti kufur, nifaq, riya’, hasad, ujub, sombong, pemarah, rakus, suka memperturutkan hawa nafsu, dan sebagainya. Kedua, menghiasinya jiwa yang telah kita sucikan tersebut dengan akhlak yang baik/terpuji seperti ikhlas, jujur, zuhud, tawakkal, cinta dan kasih sayang, syukur, sabar, ridha, dan sebagainya.
Mengapa tazkiyatun nafs itu penting?
Setidak-tidaknya ada tiga alasan mengapa tazkiyatun nafs itu penting. Alasan pertama, karena tazkiyatun nafs merupakan salah satu diantara tugas Rasulullah saw diutus kepada umatnya. Allah SWT berfirman dalam QS Al-Jumu’ah: 2: “Dia-lah (Allah) yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka dan mengajarkan mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”
Senada dengan itu, Allah SWT juga berfirman dalam QS Al-Baqarah: 151: “Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu), Kami telah mengutus kepadamu rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan menyucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al-Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.”
Dari kedua ayat di atas, kita bisa mengetahui bahwa tugas Rasulullah SAW ada tiga. Pertama, tilawatul aayaat: membacakan ayat-ayat Allah (Alquran). Kedua, tazkiyatun nafs: menyucikan jiwa. Dan ketiga, ta’limul kitaab wal hikmah: mengajarkan kitabullah dan hikmah.
Jelaslah bahwa salah satu diantara tiga tugas Rasulullah SAW adalah tazkiyatun nafs “menyucikan jiwa”. Tazkiyatun nafs itu sendiri identik dengan penyempurnaan akhlak, yang dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda tentang misi Beliau diutus: “Sesungguhnya aku ini diutus hanya untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia.”
BACA JUGA: Musuh Nikmat dalam Jiwa Manusia
Alasan kedua pentingnya tazkiyatun nafs adalah, karena merupakan sebab keberuntungan (al-falah). Dan ini ditegaskan oleh Allah SWT setelah bersumpah 11 kali secara berturut-turut, yang tidaklah Allah bersumpah sebanyak ini secara berturut-turut kecuali hanya di satu tempat, yaitu dalam QS Asy-Syams: 1-10:
“Demi matahari dan cahayanya di pagi hari, dan bulan apabila mengiringinya, dan siang apabila menampakkannya, dan malam apabila menutupinya, dan langit serta pembinaannya, dan bumi serta penghamparannya, dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya). Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (potensi) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”
Kemudian alasan ketiga pentingnya tazkiyatun nafs adalah, karena perumpamaan tazkiyatun nafs adalah seperti membersihkan dan mengisi gelas. Jika gelas kita kotor, meskipun diisi dengan air yang bening, airnya akan berubah menjadi kotor. Dan meskipun diisi dengan minuman yang lezat, tidak akan ada yang mau minum karena kotor. Tetapi jika gelasnya bersih, diisi dengan air yang bening akan tetap bening. Bahkan bisa diisi dengan minuman apa saja yang baik-baik: teh, sirup, jus, dan sebagainya.
Demikian pula dengan jiwa kita. Jika jiwa kita bersih, siap menampung kebaikan-kebaikan. Tetapi jika jiwa kita kotor, tidak siap menampung kebaikan-kebaikan sebagaimana gelas kotor yang tidak siap disi dengan minuman yang baik dan lezat. []
SUMBER: IKADI