AL-Ummu madrosatun atau ibu adalah sekolah. Alangkah luas maknanya. Di pundak ibulah terletak tanggung jawab perkembangan ruhiyah (mental), aqliyah (intelektual), dan jasadiyah (fisik) seorang anak terpikul. Seorang ibu adalah pemimpin bagi anak-anaknya dan rumah tangga suaminya.
Dan ia akan ditanya oleh Alloh atas kepemimpinannya itu. Sebagaimana Rosululloh bersabda: “Setiap manusia keturunan adam itu adalah pemimpin, maka seorang pria adalah pemimpin bagi keluarganya sedangkan wanita adalah pemimpin rumah tangga,” (HR. Ibnu Sunni dari Abi Hurairah).
BACA JUGA: Kenapa Harus Pakai Nama Ibu?
Menjadi seorang ibu adalah pekerjaan yang memakan waktu hampir 24 jam. Untuk itu menjadikan rumah tangga sebagai sebuah “kantor” yang menyenangkan, dengan anak-anaknya sebagai ‘kolega’ sekaligus’ bawahan’, kita harus senantiasa segar dan cerdas dalam me-manage mereka.
Akan tetapi sering terjadi, setelah menikah seorang akhwat muslimah justru menurun kapasitasnya untuk menjadi madrasah bagi anak-anaknya. Banyak faktor yang membuat muslimah demikian. Bisa jadi, kesibukan mengatur rumah tangga demikian ‘hebatnya’ sehingga sang ibu lebih mirip khodimat dari pada seorang yang menyimpan kecerdasan intelektual. Menjadi ibu bagi anak-anak yang berkualitas mujahid dan mujahidah adalah dambaan setiap muslimah.
Untuk mewujudkannya perlu usaha dan keyakinan kuat bahwa menjadi seorang ibu lebih dari sebuah pekerjaan. Menjadi ibu dengan kualitas ‘madrasah’ adalah gaya hidup. Akan tetapi untuk masa sekarang ini sangat disayangkan, keberadaan seorang ibu yang ber-’karir’ untuk mencetak generasi mujahidin seakan kurang bermutu.
Banyak wanita yang memilih bekerja di luar rumah semata untuk meraup lembaran uang, padahal seorang ibu memiliki peluang terbesar untuk menumbuhkan ruhul jihad dalam dada anak-anaknya.
Pandangan yang keliru dari sikap orang tua yang memprioritaskan pendidikan anak-anaknya semata untuk mencapai kehidupan duniawi telah menjangkiti pikiran sebagian besar para orang tua. Orang tua sekarang telah memacu anak-anaknya untuk mencari kesenangan dunia. Cita-cita yang selalu dibangga-banggakan orang tua adalah anaknya menjadi dokter, pengusaha, artis, model dan sebagainya. Sehingga anak-anaknya dimasukan ke dalam dunia pendidikan bukan untuk mendapatkan ilmu melainkan untuk meraih gelar yang mengantarkannya pada kedudukan tinggi dan harta sebanyak-banyaknaya. Padahal Rosululloh bersabda: “Barang siapa mencari Ilmu bukan karena Alloh atau ada yang dicari selain Alloh, maka tempat duduknya di neraka,” (HR. Tirmidzi dan Abu daud).
Figur seorang ibu yang bisa mendidik anak-anaknya untuk cinta Alloh, Rasul dan jihad, idealnya dimiliki setiap ibu-ibu muslimah. Ciri percaya diri tentu harus dimiliki oleh seorang ibu. Seorang ibu yang tidak percaya diri dikhawatirkan melahirkan generasi peragu yang selalu tergantung dan pesimistis. Berorientasi pada tugas dan hasil akan membuat seorang ibu memiliki target-target tertentu yang harus dicapai dalam tugasnya. Tanpa sebuah target, pekerjaan apapun menjadi tidak terarah dan tidak efesien. Target prestasi puncak seorang ibu adalah manakala berhasil mengantarkan anak-anaknya meraih syahadah.
Laba seorang ibu adalah ridho Alloh dan ridho suaminya. Orientasi terhadap ridho Alloh dan suami membuahkan keikhlasan dalam niat dan amal. Seorang ibu adalah pengambil risiko yang baik. Dalam mengelola rumah tangga seorang ibu tidak akan pernah berhenti dihadapkan pada pelbagai tantangan. Kemampuan mengambil risiko dan mencintai tantangan akan membuahkan ‘azam yang kuat untuk mengatasi masalah.
Seorang ibu adalah pemimpin bagi anak-anaknya. Maka, menempatkan diri sebagai seorang pemimpin menjadi sikap mutlak seorang ibu. Sebagai seorang pemimpin bagi anak-anaknya, kewibawaan dan teladan dari ibu sangat diperlukan, karena anak belum mengenal dirinya dengan baik. Namun demikian, seorang pemimpin yang baik adalah seorang yang tidak kebal kritik. Menjadikan anak-anak sebagai teman dialog, diskusi akan membuat mereka merasa dihargai. Maka bersikap terbuka terhadap kritik dan saran dari anak-anak kita bila beranjak dewasa akan membantu mereka menemukan jatidirinya.
BACA JUGA: Muliakanlah Ibu, karena …
Mendidik anak membutuhkan kiat-kiat yang inovatif dan kreatif. Hal ini hanya bisa dilakukan oleh seorang ibu yang selalu menambah wawasannya. Disamping itu seorang ibu pun dituntut fleksibel. Ia tahu kapan harus berperan sebagai pemimpin, sahabat, atau seorang guru di hadapan anak-anaknya. Masukilah dunia anak-anak dengan perasaan gembira, berbicara tentang kesenangan mereka, melibatkan diri sepenuhnya terhadap problem-problem mereka.
Seorang ibu adalah wanita mulia, yang harus senantiasa menyadari tugasnya. Menikmati prestasi menjadi “ummi madrosatun” akan membuat seorang ibu berdedikasi total terhadap tugasnya, dan hal ini tidaklah mudah. Untuk itu membutuhkan keikhlasan, ketekunan, kerja keras, rasa cinta dan do’a.
Jadi, jadi sekolah untuk anak-anak? Itulah fungsi seorang ibu. []
SUMBER: RUANG MUSLIMAH