APA standar kebenaran dalam berislam? Mengikuti tuntunan Al-Qur’an, As-Sunnah dan ijma’ salafuna ash-shalih.
Bagaimana cara mengikuti tuntunan Al-Qur’an dan As-Sunnah serta ijma’? Dengan ilmu, seperti ilmu tafsir, ilmu Hadits, ushul fiqih, dll., termasuk mendalami atsar salaf, dan mengetahui ijma’ serta khilaf mereka.
Apakah menjadikan satu tokoh atau satu afiliasi dan kelompok sebagai standar kebenaran merupakan cara berislam yang benar? Jika tokoh yang dimaksud adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka itu benar. Adapun selain beliau, boleh diambil pendapatnya, boleh ditinggalkan.
BACA JUGA: Adab Sebelum Makan dalam Islam
Bolehkah taqlid? Taqlid dalam perkara ijtihadiyyah, boleh, bahkan wajib, bagi muqallid, menurut jumhur ulama. Namun taqlid itu bukan fiqih, bukan ilmu secara hakiki, karena itu kalau masih level taqlid, tidak perlu petantang-petenteng mengajak debat atau memberi vonis pihak lain yang berbeda pendapat.
Bolehkah bermadzhab? Bermadzhab dalam konteks belajar secara bertahap sampai meraih malakah, itu merupakan cara belajar para ulama, dan sangat dianjurkan oleh mereka. Yang terlarang itu ta’ashshub, bukan tamadzhub.
Jika pendapat madzhab menyelisihi dalil, mana yang harus diikuti? Secara prinsip, jelas yang wajib diikuti adalah dalil.
BACA JUGA: Beda Islam pada Nabi Muhammad dan Nabi Sebelumnya
Tapi perlu dipahami, untuk sampai pada tingkat mengetahui kelemahan pendapat satu madzhab dari sisi dalil, itu perlu kapasitas ilmu yang sangat mumpuni dan belajar dalam waktu yang sangat lama.
Jadi, kalau belajar ilmu syar’i baru 10 tahun, jangan sok-sokan melakukan tarjih. Kemungkinan besar, itu bukan tarjih berdasarkan ilmu, tapi malpraktik tarjih. []
Facebook: Muhammad Abduh Negara