TANYA:
Apa tolok ukur bahwa kita sudah mendapat satu rakaat dalam shalat? Lalu jika kita mendapati imam ruku, aku ikut ruku’, sementara tidak membaca Al-Fatihah, apakah termasuk satu rakaat?
JAWAB:
Sudah menjadi ijma’ para ulama empat mazhab yang ikut ruku ‘bersama imam adalah batas dapatnya satu rakaat makmum yang shalat di belakang imam. Dasarnya adalah hadits berikut ini:
Dari Abu Hurairah ra mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang mendapatkan ruku ‘(bersama imam) maka dia telah mendapatkan satu rakaat.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Namun secara lebih detail ada sedikit perbedaan antara jumhur ulama dengan mazhab Asy-Syafi’yah mengenai syaratnya.
1. Pendapat Jumhur (mayoritas) ulama
Jumhur ulama dalam hal ini adalah mazhab Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah dan Al-Hanabilah tidak mensyaratkan harus terjadi thuma’ninah bersama imam. Yang penting makmum sempat ruku bersama imam, meski hanya sejenak saja.
2. Mazhab Asy-Syafi’yah
Sedangkan dalam mazhab Asy-Syafi’iyah, makmum baru dianggap mendapatkan satu rakaat bersama imam hanya ketika bisa ruku’ bersama imam dengan thuma’ninahnya. Jadi batasnya adalah thuma’ninah itu sendiri, bukan semata-mata ruku’ bersama imam. [1]
Oleh karena itulah mereka menganjurkan sebaiknya imam memperlama durasi ruku’nya, apabila tahu ada jemaah yang tertinggal ingin mendapatkan ruku’ bersamanya.
Namun dengan syarat bahwa orang yang ditunggu itu memang sudah ada di dalam masjid dan siap mengikuti imam. Tapi kalau orang yang ditunggu itu masih di luar masjid, atau belum berwudhu’ misalnya, maka tidak perlu ditunggu.
Syarat yang lain bahwa masa menunggu itu tidak terlalu lama, dan tidak sampai menimbulkan protes dari makmum yang sudah ikut berjamaah, atau malah membuyarkan konsentrasi mereka.
Bagaimana jika makmum tak sempat membaca Al-Fatihah?
Dari Ubadah bin Shamit ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Tidak sah shalat kecuali dengan membaca ummil-quran (surat Al-Fatihah)”(HR. Bukhari Muslim)
Dengan adanya hadits ini, umumnya para ulama memposisikan surat Al-Fatihah sebagai rukun shalat. Artinya, tidak akan sah shalat yang dilakukan apabila tidak membaca surat Al-Fatihah.
Namun para ulama sepakat bahwa ketentuan wajibnya membaca surat Al-Fatihah ini hanya berlaku kepada orang yang shalatnya sendirian atau menjadi imam. Sedangkan orang yang shalat sebagai makmum, apakah dia harus juga membaca Al-Fatihah atau tidak, dalam hal ini para ulama berbeda-beda pendapat.
Penyebab para ulama berbeda pendapat karena Rasulullah SAW pernah bersabda terkait hukum bacaan imam yang sudah bisa mencover bacaan makmum. Haditsnya sebagai berikut :
“Orang yang punya imam maka bacaan imam adalah bacaan baginya.” (HR. Ibnu Majah)
Hadits shahih ini sangat meyakinkan kita dengan tegas bahwa pada dasarnya makmum tidak perlu membaca surat Al-Fatihah. Karena bacaan imam sudah cukup menjadi bacaan buat makmum.
Bahkan hadits ini kemudian dijadikan dasar bagi beberapa mazhab untuk mengatakan makmum cukup diam saja di belakang imam, tidak perlu membaca surat Al-Fatihah.
- Mazhab Al-Malikiyah dan Al-Hanabilah mengatakan makmum diam saja tatkala imam membaca surat Al-Fatihah secara jahriyah.
- Mazhab Al-Hanafiyah bilang bahwa makmum diam saja dalam semua shalat, baik shalat jahriyah ataupun sirriyah.
- Mazhab Asy-Syafi’iyah, meski tetap mewajibkan makmum masing-masing membaca surat Al-Fatihah, baik dalam shalat jahriyah ataupun sirriyah, namun ketika makmum tidak sempat lagi membaca surat Al-Fatihah lantaran imam sudah terlanjur ruku’, maka makmum tidak perlu lagi membaca surat Al-Fatihah.
Yang penting makmum bisa ikut ruku’ bersama imam dan mendapatkan thuma’ninah, maka makmum sudah mendapatkan satu rakaat. Urusan Al-Fatihah, lupakan saja karena sudah dibacakan oleh imam. Hal ini sudah sampai ke derajat ijma’, di mana seluruh ulama telah menyepakatinya.
Sepanjang sejarah 14 abad fiqih Islam, seluruh ulama sepakat bahwa makmum yang sempat ruku’ bersama imam, maka dia telah mendapatkan satu rakaat itu, meski tidak membaca surat Al-Fatihah. Wallahualam. []
SUMBER: RUMAH FIQIH