TAK ada satu pun manusia di dunia ini yang tak pernah disakiti. Namun setiap orang berbeda-beda dalam menyikapi rasa sakit tersebut. Ada yang melupakan begitu saja namun ada juga yang mengingatnya sepanjang hayat. Bagi orang yang selalu mengingat pernah disakiti orang, biasanya rasa sakit itu terus membelenggu jiwa ketika mengingat kesalahan orang di masa lalu.
Lebih parah lagi orang yang pernah disakiti menyimpan dendam yang bisa saja hal itu menghancurkannya sewaktu-waktu. Padahal tidak pernah komunikasi lagi, pun secara fisik tidak pernah bertemu lagi bahkan yang pernah menyakiti telah tiada, rasa sakit itu acap kali sering menyapa, ada apa gerangan?
Seorang pemuda mahasiswa Universitas Islam Madinah pernah menceritakan kejadian yang tidak biasa di salah satu halaqoh kajian ilmu di Masjid Nabawi, beliau menuturkan:
BACA JUGA: Dendam, Tidak Dianjurkan!
Di penghujung kajian Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’ karya Imam Ibnul Qoyyim rah, Syaikh Profesor Abdurrozzaq hafizahullah (salah satu pengampu halaqoh kajian ilmiyah di Masjid Nabawi) ditanya,
“Aku pernah dizalimi oleh seorang anggota petugas satpol PP. Dia menyobek-nyobek berkas yang aku berikan padanya. Aku pun mendoakan petugas itu, semoga Allah merobek-robeknya seperti ia telah merobek berkasku,”
ujar seorang penanya.
Dia melanjutkan, “Dua tahun kemudian petugas itu meninggal dalam sebuah kecelakaan, tubuhnya hancur tidak bisa dimandikan dan dikafani. Hanya bisa dibungkus dengan plastik khusus.”
Dengan penuh penyesalan ia berkata, “Apakah aku berdosa atas doaku itu?”
“Seharusnya balasan termasuk juga di dalamnya doa tidak melebihi batas kezaliman,” jawab Syaikh.
“Dan inilah kesalahan yang banyak dilakukan oleh banyak orang,” lanjutnya.
“Ada orang dizalimi tentang suatu masalah keduniaan, kemudian dia mendoakan orang yang menzalimi supaya Allah memasukkannya ke dalam neraka dan kekal di dalamnya. Atau mendoakan dengan doa lain yang melebihi kadar kezaliman.”
“Padahal Allah Ta’ala berfirman:
وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُواْ بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُم بِهِۦ ۖ وَلَئِن صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِّلصَّٰبِرِينَ
“Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.”
(QS. An-Nahl : 126).”
“Allah Ta’ala juga berfirman dalam surat Asy- Syura:
وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا ۖفَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ ۚإِنَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ
“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barangsiapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.”
(QS. Asy-Syura : 40)
Para ulama’ mengambil faidah dari ayat ini, ada tiga tingkatan dalam menyikapi keburukan:
1. Membalas keburukan dengan hal yang semisalnya, ini keadilan. Itu pun susah dipraktekkan, pada kenyataannya manusia suka melampaui batas, kecuali yang dijaga oleh Allah Yang Maha Kuasa.
2. Memaafkan, inilah yang terbaik.
3. Zalim, sedangkan Allah Ta’ala tidak menyukai kezhaliman,” jelas Syaikh.
“Ada satu pertanyaan dalam kasus ini, apabila ada seorang petugas merobek berkas seseorang apakah layak jika ia dihukum karena perbuatannya itu dengan dihancurkan badannya?”
“Tidak, dia tidak layak dihukum seperti itu. Benar ada hukuman baginya, tapi bukan dengan dihancurkan badannya. Maka tidak selayaknya didoakan dengan hal seperti itu.”
“Mungkin saja kematian petugas karena sebab lain yang tidak ada hubungannya dengan penanya, tapi bisa jadi juga karena doa zalim ini.
وَيَدْعُ الإِنسَانُ بِالشَّرِّ دُعَاءهُ بِالْخَيْرِ وَكَانَ الإِنسَانُ عَجُولاً
“Manusia berdoa untuk kejahatan sebagaimana ia berdoa untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa.” (QS. Al-Isra’: 11)
BACA JUGA: Doa Seorang Pemburu yang Dizalimi
“Ada faidah yang sangat bagus. Diceritakan dalam kitab Siyar ‘Alamin Nubala’ karya Imam Adz Zahabi rah tentang biografi Aun bin Abdillah rah, kisah ini sangat bagus, aku anjurkan untuk menghafal atau mencatatnya.”
“Disebutkan bahwa setiap kali Aun bin Abdillah marah, maka ia mengatakan pada orang yang dimarahinya itu ‘baarakallahu fiik.’“
“Aku pernah menyampaikan kisah ini di suatu kajian, ada yang bertanya, ‘Lantas apa yang ia katakan ketika ia gembira?’
“Ketika dia sangat marah saja begitu sikapnya, tentu ketika lapang hatinya akan lebih baik lagi.”
“Intinya seseorang tidak boleh tergesa-gesa. Ini semua terjadi karena tergesa-gesa dalam berdoa,” pungkas Syaikh.
Karena itu, sudah selayaknya seorang Muslim bisa memaafkan kesalahan saudaranya ketika ia disakiti. Bukan membalas kesalahan dengan dosa.
Allah Yang Maha Pengasih menyiapkan pahala besar kepada orang yang memaafkan karena ia memperlakukan hamba dengan sesuatu yang ia suka, jika Allah Yang Maha Pemurah memperlakukan dirinya dengan hal itu. Ia suka kalau Allah Yang Maha Pemaaf memaafkan kesalahannya, karenanya ia memaafkan orang yang telah berbuat salah dan meluruhkan dendamnya.
Maka jadikanlah semuanya Karena Allah Ta’ala, mari kita berusaha mendekati amalan ini (memaafkan karena Allah semata serta melupakan dendam), dan berusaha dengan kesungguhan untuk istiqomah di atasnya, niscaya kebahagiaan sejati menantimu. []
SUMBER: BIMBINGAN ISLAM