Oleh: Wildan Ainurrafiq Mulyana
APA yang kaupikirkan tentang ayah?
Galak? Tegas? Sibuk? Keren? Sering ngasih uang diem-diem biar ibu gak tau? Atau pelit? Jarang senyum? Jarang di rumah? Atau yang lainnya?
Percayalah, itu hanya sifat fisik manusiawi dari seorang ayah.Bukan sifat ruhaninya.
Andai kalian tahu seberapa hebat sifat ruhaninya.
“Lho kok ayah belom tidur??” suatu malam, jam 11-an aku telepon beliau walau itu hanya pertanyaan basa basi, pertanyaan yang tak perlu ditanyakan.
“Masih ngerjain laporan, A… Lusa harus dikumpulkan… Masih banyak juga,” jawabnya sambil terkekeh.
Satu lagi. Aku punya cerita keren dengan ayahku.
Suatu sore, ketika umurku sekitar 7 tahun, aku pulang dengan ayah naik motor Astrea-nya, sehabis menjenguk nenek di Bekasi. Tiba-tiba ayahku menanyakan apakah aku lapar. Lantas aku jawab iya.
Langsung saja ayah belok kiri ke Karawang Mall. Aku tanya mau ngapain kita berhenti di sini. Beliau menjawab, mau ngajak aku makan sambil menunjuk sebuah gerai ayam cepat saji.
Betapa senang hatiku kala diajak ayah makan di sana..Kemudian ayah memesan 1 porsi. Aku bingung, kok cuman satu? Ayah gak beli?
Ketika pesanan datang dengan polosnya, langsung kulahap. Teringat dengan ayahku, aku bertanya, “Ayah nggak makan?” sambil kusodorkan piring nasi yang sudah setengah porsi.
“Ayah gak laper, A…” padahal aku melihat ayah menelan ludah, dan bodohnya aku melanjutkan makan hingga tandas.
Aku baru menyadari ini saat aku sudah SMP. Dan aku masih ingat sampai kini.
Percayalah, sesungguhnya ayah adalah orang yang “sering bohong”. Bohong demi kenyamanan anaknya. Bohong agar anaknya gak khawatir. Bohong kala memberi uang jajan, bilang ayah lagi ada rejeki padahal di rumah belum tentu makan enak.
Demi siapa? Anaknya.
Terima kasih, ayah. Walau kutahu, terima kasihku hanya mampu membayar segenggam awan kasih dari jutaan kilo awan kasihmu yang telah kauberikan.
Semoga kau selalu dilindungi Allah di siang dan malammu.
Apa yang kaupikirkan tentang ayah? []