SUATU kali sekolah SMA Putri di kota Shan’a’,Yaman menggelar razia dadakan bagi seluruh siswi di dalam kelas.
Sebagaimana yang ditegaskan oleh salah seorang pegawai sekolah bahwa tentunya pemeriksaan itu bertujuan merazia barang-barang yang dilarang dibawa ke dalam sekolah, seperti telefon genggam yang dilengkapi dengan kamera, foto-foto, surat-surat, alat-alat kecantikan dan lain sebagainya.
Lantas pihak sekolah pun melakukan sweeping di seluruh kelas dengan penuh semangat. Mereka keluar kelas, masuk kelas lain.
Sementara tas para siswi terbuka di hadapan mereka. Tas-tas tersebut tidak berisi apapun melainkan beberapa buku, pulpen, dan peralatan sekolah lainnya.
Semua kelas sudah dirazia, hanya tersisa satu kelas saja.
BACA JUGA: Aku Hanya Hafal 7 Ayat, Maka Aku Lantas Menyampaikannya
Seperti biasa, dengan penuh percaya diri tim pemeriksa masuk ke dalam kelas. Mereka lantas meminta izin untuk memeriksa tas sekolah para siswi di sana. Pemeriksaan pun dimulai.
Di salah satu sudut kelas ada seorang siswi yang dikenal sangat tertutup dan pemalu. Ia juga dikenal sebagai seorang siswi yang berakhlak sopan dan santun. Ia tidak suka berbaur dengan siswi-siswi lainnya, ia suka menyendiri, padahal ia sangat pintar dan menonjol dalam belajar.
Ia memandang tim pemeriksa dengan pandangan penuh ketakutan. Sementara tangannya berada di dalam tas miliknya! Semakin dekat gilirannya untuk diperiksa, semakin tampak raut takut pada wajahnya.
Tidak lama kemudian tibalah gilirannya untuk diperiksa.
Dia memegangi tasnya dengan kuat, seolah mengatakan: “Kalian tidak boleh membukanya!”
“Buka tasmu, wahai putriku…” ujar salah seorang guru pemeriksa.
Siswi tersebut memandangi pemeriksa dengan pandangan sedih. Ia masih memegang tasnya dalam pelukan.
“Berikan tasmu.”
Ia menoleh dan menjerit, “Tidak… tidak… tidak…”
Perdebatan pun terjadi. Riuh.
“Berikan tasmu!”
“Tidak…”
“Berikan.”
“Tidak…”
BACA JUGA: Terima Kasih Tante Ninja
Keributan pun terjadi dan tangan mereka saling berebut. Sementara tas tersebut masih dipegang erat dan para guru belum berhasil merampas tas dari tangan siswi tersebut karena ia memeluknya dengan penuh kegilaan.
Spontan saja siswi itu menangis sejadi-jadinya. Siswi-siswi lain terkejut. Mereka melotot. Para guru yang mengenalnya sebagai seorang siswi yang pintar dan disiplin, bukan siswi yang amburadul, terkejut melihat kejadian tersebut.
Tempat itu pun berubah menjadi hening.
Semua orang saling memandang, mulai menaruh curiga pada siswi tersebut. Jangan-jangan murid teladan yang mereka kenal selama ini …. Berbagai prasangka bermain dalam kepala mereka.
Setelah berdiskusi ringan, tim pemeriksa sepakat untuk membawa siswi tersebut ke kantor sekolah, dengan syarat jangan sampai perhatian mereka berpaling dari siswi tersebut supaya ia tidak dapat melemparkan sesuatu dari dalam tasnya sehingga bisa terbebas begitu saja.
Mereka pun membawa siswi tersebut dengan penjagaan yang ketat dari tim dan para guru serta sebagian siswi lainnya. Siswi tersebut kini masuk ke ruangan kantor sekolah, sementara air matanya mengalir seperti hujan.
Siswi tersebut memperhatikan orang-orang di sekitarnya dengan penuh kebencian, karena mereka akan mempermalukannya di depan umum!
Karena perilakunya selama satu tahun ini baik dan tidak pernah melakukan kesalahan dan pelanggaran, maka kepala sekolah menenangkan hadirin dan memerintahkan para siswi lainnya agar membubarkan diri. Dan dengan penuh santun, kepala sekolah juga memohon agar para guru meninggalkan ruangannya sehingga yang tersisa hanya para tim pemeriksa saja.
Kepala sekolah berusaha menenangkan siswi malang tersebut. Lantas bertanya padanya, “Apa yang engkau sembunyikan, wahai putriku?”
Di sini, dengan perlahan, siswi tersebut membuka tasnya dan menujukkannya kepada kepala sekolah yang simpatik itu.
Di dalam tas tersebut tidak ada benda-benda terlarang atau haram, atau telepon genggam atau foto-foto, demi Allah, itu semua tidak ada!
Tidak ada dalam tas itu melainkan sisa-sisa roti.
Yah, itulah yang ada dalam tas tersebut!
BACA JUGA: Aki Penjual Cendol Tetap Berjuang
Setelah merasa tenang, siswi itu berkata, “Sisa-sisa roti ini adalah sisa-sisa dari para siswi yang mereka buang di tanah, lalu aku kumpulkan untuk kemudian aku sarapan dengan sebagiannya dan membawa sisanya kepada keluargaku. Ibu dan saudari-saudariku di rumah tidak memiliki sesuatu untuk mereka santap di siang dan malam hari bila aku tidak membawakan untuk mereka sisa-sisa roti ini…
“Kami adalah keluarga fakir yang tidak memiliki apa-apa. Kami tidak punya kerabat dan tidak ada yang peduli pada kami…
“Inilah yang membuat aku menolak untuk membuka tas, agar aku tidak dipermalukan di hadapan teman-temanku di kelas, yang mana mereka akan terus mencelaku di sekolah, sehingga kemungkinan hal tersebut menyebabkan aku tidak dapat lagi meneruskan pendidikanku karena rasa malu. Maka saya mohon maaf sekali kepada Anda semua atas perilaku saya yang tidak sopan…”
Saat itu juga semua yang hadir menangis sejadi-jadinya, bahkan tangisan mereka berlangsung lama di hadapan siswi yang mulia tersebut. []
Sumber: Majalah Islam Internasional Qiblati