Oleh: Rohmat Saputra, mahasiswa STID M. Natsir, Jakarta Timur, jeparahanif@yahoo.co.id
SEBENTAR lagi idhul fitri menyapa dan ramadhan meninggalkan kita. Bagi para perantau yang tak ingin absen untuk mengambil momen berkumpul bersama keluarga pada hari spesial hari raya besar kaum muslimin, tentunya akan membawa sesuatu dengan berbagai bentuk dan jenis baik pakaian maupun makanan khas untuk keluarga, yang dikenal dengan sebutan oleh-oleh.
Hal diatas adalah oleh-oleh yang bersifat materi. Lalu bagaimana oleh-oleh yang sifatnya maknawi, tak terlihat oleh mata kita sepulang dari universitas ramadhan? “Oleh-oleh” apa yang kita bawa dari bulan yang diturunkannya Al-Qur’an dan semua kebaikan dilipatgandakan?
BACA JUGA: Penghormatan Para Malaikat pada Orang yang Berpuasa Ramadhan
Sejenak kita merenung dari romadhan tahun lalu, apa ada perubahan yang signifikan dalam diri kita. Apakah taqarrub kita kepada Allah semakin dekat? karena dibulan ramadhan menanamkan taqarrub kepada-Nya.
Dalam hadist disebutkan
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa yang berpuasa ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala maka akan diampuni seluruh dosanya yang telah berlalu.” (HR. Al-Bukhari no. 1900 dan Muslim no. 760)
Dengan keimanan adalah yakin bahwa Allah maha melihat hambanya. Meski tak ada manusia yang melihat. Dari sini akan terdidik, meski seorang didalam rumah sendirian tidak ada yang melihat seorang pun kalau dia makan dan minum. Tapi karena keimanan, dia merasa Allah tetap mengawasi dimanapun manusia berada.
Renungan selanjutnya apakah sifat sabar kita semakin tebal? Karena ramadhan menanamkan kesabaran setiap hamba yang puasa untuk menahan segala hal yang membatalkan, baik dari makanan, minuman, atau menjauhi segala keburukan dan perkataan dusta.
Puasa tidak ada artinya apa-apa meski ia menahan lapar dan dahaga, sedangkan disisi lain ia tak mampu menahan perkataan buruk dan dusta .
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ اَلزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ, وَالْجَهْلَ, فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan dusta dan beramal dengannya serta kejahilan, maka Allah tidak butuh dia meninggalkan makanan dan minumannya.” (HR. Al-Bukhari no. 1903)
Dari sini akan mendidik kita untuk menahan perkataan buruk dan dusta. Dimana Allah tidak akan menerima puasa orang yang melakukan hal itu.
Dan apakah selepas bulan ini ibadah kita semakin giat? Karena bulan ini menanamkan sifat semangat dalam ibadah sunnah terlebih yang wajib.
Terlebih sang baginda Rosul telah mencontohkan kepada umatnya untuk mengencangkan sabuk ketika bulan puasa menyapa. Yang menandakan bahwa beliau meningkatkan ibadah didalamnya tidak sebagaimana bulan lainnya.
Jika kita merenungi 3 hal tersebut, dan mengambil langkah selanjutnya untuk berubah dan bertindak positif, tentunya harapan dan permohonan kita menjadi pribadi taqwa sebagai “oleh-oleh” terbaik dan abadi adalah gelar yang akan kita raih selepas ramadhan nanti, insya Allah.
karena Janji Allah yang diberikan dengan bentuk “oleh-oleh” gelar taqwa sebagaimana dalam firman-Nya, لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ agar kalian bertaqwa, setelah dirosah ramadhan diberikan tidak dengan Cuma-Cuma. Kesabaran dalam mejalani ketaatan, bersabar dari maksiat, dan bersabar terhadap ujian telah terangkum dalam puasa tersebut. Maka kesabaran dari 3 hal itu adalah hak mutlak bagi hambanya yang mau disematkan gelar yang tidak Cuma-Cuma tersebut dan sebagai bentuk aplikasi dari tiga renungan diatas.
Jika selepas ramadhan taqarrub kepada Allah kurang, sifat sabar tipis, dan tidak ada kesemangatan dalam ibadah setelah ramadhan berlalu, itu bertanda “oleh-oleh” ramadhan tidak kita ambil untuk dibawa selepas ramadhan meninggalkan kita.
Bulan penuh berkah yang hanya datang setahun sekali, sangat naïf kalau kita mengabaikan keberkahan dalam amal ibadah yang dianjurkan oleh Rosulullah sallallahu alaihi wasallam. Sangat naïf kalau kita tidak membawa “oleh-oleh” agar sebagai bekal menghadapi bulan selainnya yang penuh tantangan.
Ibarat bulan yang berkah ini adalah sebagai cas iman kita dengan amalan ibadah untuk dipersiapkan melewati 11 bulan yang penuh dengan godaan yang bermacam-macam. kalau dibulan ini hanya dipakai untuk berleha-leha, yang semangat amal ibadah tidak ada bedanya ketika diluar ramadhan, lalu bagaimana nantinya jika serangan syetan sedemikian besar dihadang dengan tameng iman yang kecil, tipis dan lemah, apakah mampu menahannya?
BACA JUGA: Jika Ramadhan Tak Pernah Ada
Maka mari kita manfaatkan moment bulan ini dengan sebaik-baiknya. Agar kita tidak termasuk golongan yang datangnya bulan ramadhan seperti melewati bulan lainnya dan tidak ada sama sekali pengaruh dan hasil dari penggemblengan selama sebulan penuh.
Semoga Allah memperkenankan kita bertemu kembali ramadhan tahun depan dengan lebih maksimal lagi ibadah didalamnya.
Wallahu a’lam. []
Kirim RENUNGAN Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word