PENGETAHUAN soal air mani bagi seorang muslim bukanlah hal yang tabu. Khususnya bagi laki-laki yang sudah baligh, persoalan ini tidak bisa diremehkan, karena nantinya akan berhubungan dengan sah atau tidaknya suatu ibadah.
Salah satu yang harus diketahui soal air mani laki-laki adalah statusnya, apakah najis atau tidak. Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat.
BACA JUGA: Apa Beda Air Mani dan Air Madzi?
Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid menjelaskan, sebagian ulama termasuk di dalamnya adalah Imam Malik dan Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa air mani laki-laki adalah najis.
Sedangkan menurut sebagian ulama yang lain, termasuk di dalamnya adalah Imam Syafii, Imam Ahmad, dan Imam Dawud, hukum air mani laki-laki itu adalah suci. Artinya, bukan tergolong najis.
Setidaknya terdapat dua hal yang menimbulkan dua pandangan tersebut di kalangan ulama. Pertama adalah adanya kerancuan riwayat hadis dari Sayyidah Aisyah.
Hadis tersebut berbunyi dalam redaksi: “Kuntu aghsilu tsauba Rasulillah ﷺ minal-maniyyi fayakhruju ilasshalaati wa inna fiihi labuqa’a al-maa-I,”.
Yang artinya: “Aku mencuci pakaian Rasulullah ﷺ yang terkena sperma, lalu beliau memakainya untuk shalat padahal masih ada sisa air,”.
Dalam riwayat lainnya disebutkan: “Aku menggosok pakaian Rasulullah ﷺ…” dan dalam riwayat lainnya lagi: “Kemudian beliau shalat dengan memakai pakaian itu,”.
BACA JUGA: Wadi, Madzi, dan Mani, Ini Bedanya
Adapun pendapat kedua menyebutkan, ketidakjelasan status air mani laki-laki apakah disamakan dengan benda-benda lain yang keluar dari tubuh manusia atau disamakan dengan cairan suci yang keluar daripadanya, seperti keringat, susu, dan lain sebagainya.
Maka, para ulama yang berupaya mengkompromikan semua hadits tersebut menyatakan bahwa tujuan mencuci adalah demi kebersihan. Mereka berdalih bahwa yang digosok adalah benda yang suci, karena upaya menggosok tidak mungkin dapat menyucikan sesuatu yang najis. []
SUMBER: REPUBLIKA