DALAM sebuah peperangan melawan kaum kafir, Umar bin Khatab berhasil menjatuhkan musuhnya. Ketika Umar hendak membunuhnya, orang kafir itu mengucap kalimat syahadat. Namun Umar tidak menghiraukannya. Orang kafir itu tetap dibunuhnya.
Peristiwa itu kemudian diceritakan oleh para sahabat kepada Rasulullag SAW. Umar lalu dipanggil dan ditanya, “Benarkah engkau membunuh orang kafir yang telah mengucapkan kalimat syahadat?”
“Betul, sebab ia menyatakan masuk islam hanya sekadar melindungi nyawanya belaka,” dalih Umar sambil tergagap.
Muka Nabi merah padam dan menegur keras, “Umar, apakah diwajah orang itu ada cap yang mengatakan bahwa ia tidak beriman? Jangan kau ulangi lagi perbuatan semacam itu. Engkau tidak dapat membaca hati orang lain. Siapa tahu hidayah justru turun kepadanya pada saat itu?”
Selepas kejadian tersebut, Umar sangat menyesali kecerobohannya dan berubah menjadi panglima perang yang paling pemaaf. Jadi, tidak benarlah bahwa Islam ditegakan dengan pedang!
Bacalah surat Al-Baqarah ayat 256 yang berbunyi, “Tidak ada paksaan dalam agama. Sudah jelas antara petunjuk yang benar daripada kesetanan.”
Ayat ini ditrunkan ketika seorang bekas pemeluk agama Yahudi bernama Al-Hussain datang kepada Nabi, ia mengadukan kedua anaknya yang bersikeras tidak mau masuk Islam walaupun telah dianjurkannya.
Al-Hussain bertanya, “Apakah boleh saya paksa kedua anak saya itu dengan kekerasan agar bersedia menjadi Muslim?”
Nabi menjawab, “Tidak. Tidak ada paksaan dalam agama.”
Malah paman beliau sendiri Abu Thalib, sampai pada detik-detik akhir hayatnya tetap tidak diganggu-gugat kepercayaannya. Ia dibiarkan dalam keadaan sebelumnya, meski sudah diajak berulang-ulang masuk Islam, namun tidak mau juga.
Itulah sebabnya dalam surat Al-Kafirun Allah menegaskan, “Katakanlah. Hai kaum kafir. Aku takkan menyembah yang kau sembah. Dan kalian tak perlu menyembah yang kusembah.”
Di ujung surat, ayatnya berbunyi, “Bagimu agamamu dan bagiku agamaku.” []
Sumber: 30 Kisah Teladan, Aburrahman Ar-Raisi, Penerbit Rosda Karya