Oleh: Ustad Nouman Ali Khan
ALLAH Azza wa Jalla memuliakan semua keturunan Adam. Siapakah diri kita sehingga berani meremehkan orang lain? Allah berfirman bahwa orang yang mulia di mata Allah adalah yang berjalan dengan rendah hati. Tapi bagaimana caranya mengetahui apakah kita rendah hati? Inilah caranya.
Ketika ada orang yang menghina atau memarahi kamu, tetaplah bersikap tenang dan jangan ikut marah. Memang ketika ada orang yang menghina kita, hal itu menyakitkan. Dan Allah menyebut orang-orang seperti itu sebagai jahilun. Jahilun dalam bahasa Arab adalah kebalikan dari akhil. Jahilun berarti seseorang yang tidak bisa mengontrol emosi mereka.
Jadi misalnya kamu mengemudi di jalanan kemudian seseorang menyalip. Dan kamu membunyikan klakson untuk menghentikan mobilnya. Kemudian orang itu keluar dari mobilnya dan marah-marah kepadamu. Tapi kamu tidak meladeni amarahnya melainkan mengucapkan “Assalammu’alaikum. Saya minta maaf, tidak apa-apa.” Kamu harus belajar melakukan itu.
BACA JUGA: Mengenal Hakikat Kesombongan
Hal ini akan terjadi padamu, contoh lain ada orang berbicara kasar kepadamu, tidak mengapa. Itu hak mereka. Kamu mungkin tidak tahu mengapa orang itu berbicara seperti itu. Mungkin ada hal lain yang terjadi dalam hidup mereka, sehingga mereka menumpahkan kemarahanna. Kamu harus menjadi pemaaf dan rendah hati pada orang lain.
Ada banyak wanita dan pria yang mendatangi Rasulullah SAW dan marah-marah kepadanya, padahal mereka Muslim. Dan Rasulullah SAW tidak menjadi emosi, dia malah menenangkan mereka. Para Sahabat sudah ingin membunuh orang-orang seperti itu, namun dia bersabda “Tenang. Damai saja.”
Ini adalah sunnah dari Rasulullah SAW Ketika ada orang yang mengatakan hal-hal yang membuat kamu marah, kamu harus tenang. Dan bagi para suami, istri seringkali mengatakan hal-hal yang membuat marah. Dan ketika kamu mendengarnya, jangan ikut-ikutan marah. Bersikaplah tenang dan santai. Jangan membalas kemarahannya.
Bagi para istri, suami kamu seringkali mengatakan hal-hal yang membuat anda naik pitam. Dan Allah telah memberikan kamu kekuatan spesial. Kekuatan spesial itu adalah: Wanita bisa memberikan jawaban yang langsung menusuk tepat di jantung sehingga emosi memuncak. Tapi ketika suamimu hilang kendali dan dia menjadi terlalu emosi, tenangkanlah dia. Ubahlah topik pembicaraannya.
Kamu harus tenang ketika berurusan dengan orang. Kamu akan bertemu berbagai jenis orang dengan tempramen masing-masing. Sebagian dari kita mempunyai bos yang Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un. Dia selalu marah, bahkan ketika sedang tersenyum mukanya tampak seperti sedang marah. Ada bos yang seperti itu. Tapi kamu harus belajar cara menyikapinya dengan damai.
Bagi orang-orang yang berprofesi sebagai guru, ada sebagian murid yang membuatmu marah. Namun kamu harus tenang. Kamu tidak boleh marah-marah ketika mengajar. Rasulullah SAW bersabda “Aku diutus sebagai guru.” Namun dia tidak pernah marah pada orang. Budaknya menceritakan bahwa dia tinggal bersama Nabi dan Nabi tidak pernah menghardiknya sepanjang waktu. Subhanallah. Padahal orang tersebut adalah budaknya, bukan karyawannya, namun Nabi tidak pernah menghardiknya.
Jadi bersikap tenang dan mengendalikan amarah sangat penting. Mengapa ini sangat penting?
Karena lain kali ketika kamu memaksa diri untuk tetap tenang dan tidak marah, katakanlah dalam hati “Aku melakukan ini karena ingin mendapatkan kemuliaan di mata Allah.” Inilah orang-orang yang dicintai Allah, yaitu orang-orang yang dapat mengendalikan amarah, orang yang dapat melepaskan egonya dan menenangkan situasi. Meskipun ketika mereka benar, mereka berkata, “Tidak apa-apa. Kita tidak perlu bertengkar. Damai saja.”
Ada kisah menarik tentang Imam Abu Hanifah. Ia tentu saja seorang ulama terhebat sepanjang sejarah Islam. Orang-orang banyak berdatangan kepadanya untuk bertanya tentang fikih. Kebetulan ibunya punya pertanyaan, dan Imam Abu Hanifah memberitahu jawabannya. Namun ibunya berkata “Kau tidak tahu apa-apa. Aku akan bertanya pada orang di sebelah sana.”
Dan orang yang ingin ditanyai ibunya itu adalah dai. Dai berarti orang yang berceramah untuk mengingatkan orang-orang agar bertakwa, tapi dia tidak tahu masalah fikih, hukum syariah, dan sebagainya. Jadi ibunya bertanya padanya, dan dai itu berkata“Aku harus mempelajarinya dulu dan akan memberikan jawabannya nanti.”
BACA JUGA: Penyesalan Jabalah bin Aiham Atas Kesombongannya
Coba tebak, kepada siapa dai itu bertanya? Dia bertanya pada Abu Hanifah. Dia berkata “Hey, ibumu datang dan punya pertanyaan.” Abu Hanifah berkata “Oke, ini jawabannya tapi jangan beritahu padanya bahwa aku yang memberitahumu.” Betapa rendah hatinya Imam Abu Hanifah.
Terkadang bahkan keluarga sendiri yang tidak senang mendengar perkataan kamu. Mungkin kamu menjadi lebih bertakwa kepada Islam, namun mereka tidak terlalu dekat dengan Islam. Dan hal itu membuat kamu marah. Kamu marah ketika seorang wanita dari keluargamu tidak pakai hijab. Kamu marah ketika ketika saudara dari keluargamu tidak shalat. Jangan!
Jangan marah pada mereka. Bicaralah pada mereka baik-baik dan tenang. Kemarahanmu hanya akan membuat mereka semakin jauh dari Islam. Hal itu tidak akan membuat mereka menjadi dekat. Kamu harus mempunyai hati yang lembut kepada mereka yang tidak dekat dengan Islam. Misalkan seseorang datang dan berbicara dengan kasar kepada kamu, apakah kamu akan mendengarnya atau malah menjauhinya? Pikirkan itu!
Saya ingin mengingatkan bahwa Allah Azza wa Jalla berfirman kepada Musa as untuk bersikap lembut pada Fir’aun. Padahal kita tahu bahwa Fir’aun mencoba membunuh Musa as ketika dia masih bayi. Bahkan Fir’aun membunuh ribuan bayi setiap tahunnya dan menganggap dirinya sebagai tuhan. Ada begitu banyak alasan untuk membenci Fir’aun.
Namun Allah berfirman kepada Musa “Ketika kau menemuinya, berdakwahlah dengan lemah lembut kepadanya.” Jika kepada Fir’aun saja kita harus berbaik hati, apalagi dengan istri, suami, anak-anak, saudara, sepupu, atau paman kita? Mereka terkadang membuat kita marah. Keluarga kadang membuat kita sangat marah. Saya tahu. Namun inilah orang-orang yang paling pantas mendapatkan kelemah-lembutan dari kita. Kita harus mengubah cara kita berperilaku terhadap mereka. []
SUMBER: LAMPUISLAM