PADA suatu hari, Umar ibnul Khaththab melakukan perjalanan ke negeri Syam ditemani seorang budaknya. Karena sifat Umar yang terlalu tawadhu dan lembut, ia naik unta bergantian dengan budaknya, sedangkan ketika itu ia memegang jabatan sebagai Amirul Mu’minin.
Jika sampai giliran Umar r.a. yang menaiki unta, maka budaknya berjalan kaki beberapa waktu sambil memegang tali kendali. Setelah itu, mereka ganti posisi. Umar r.a. turun dan berjalan kaki beberapa waktu sambil memegang tali kendali, sedangkan budaknya naik ke atas unta. Begitu seterusnya, mereka saling bergantian menaiki unta sampai mereka telah hampir ke negeri Syam.
Ketika itu, yang mendapat giliran untuk naik unta adalah si budak, maka si budak naik ke unta dan Umar r.a. berjalan kaki sambil memegang tali kendali. Ketika Umar tengah berjalan, ia melihat kolam air. Umar memutuskan untuk menganmbil air dengan tetap memegang tali kendali dan menyelipkan sandal di ketika sebelah kirinya.
Ketika sedang melakukan hal itu, ia dihampiri oleh Abu Ubaidah ibnul Jarrah, yang saat itu menjabat sebagai amir negeri Syam. Dia adalah salah satu dari sepuluh orang yang diberitakan akan masuk surga.
Kemudian Abu Ubaidah berkata kepada Umar, “Wahai Amirul Mu’minin, para pembesar Syam akan keluar menemuimu. Alangkah tidak layaknya jika mereka menyaksikanmu dengan kondisi seperti ini.”
Akan tetapi jawaban yang diberikan oleh Umar adalah, “Allah telah memuliakan kita dengan agama Islam. Allah adalah maha lembut dan Dia menyukai kelembutan dalam segala sesuatu. Lalu mengapa aku tidak bisa bersikap lembut kepada budakku, dengan merendahkannya dan bersikap takabur kepadanya? Wahai saudaraku, apakah kamu telah lupa dengan apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw. Yang merupakan teladan dan panutan bagi kita semua, ketika beliau memperbaiki sendiri sepatunya dan menambal sendiri bajunya?” []