VIRUS corona baru yang menyebar dari Cina ke berbagai negara telah menjadi ancaman yang berbahaya. Ratusan orang jadi korbannya hanya dalam tempo beberapa pekan. Korban meninggal pertama adalah seorang pria berusia 61 tahun pada 9 Januari 2020. Setelah itu jumlah kasus terus bertambah.
Hingga kini ada ribuan orang yang menjalani perawatan karena terindikasi corona. Namun, WHO masih belum menyatakan kondisi saat ini sebagai situasi darurat global.
Apakah virus ini bisa dibasmi dan orang yang terjangkiti bisa disembuhkan?
Virus corona yang kini tengah menjangkiti China sebenarnya masih satu ‘famili’ dengan virus penyebab SARS 17 tahun silam yang juga bermula di China, terutama di provinsi Guangdong.
BACA JUGA: Wabah Corona, Jumlah Penjualan Masker di Cina Setara 9 Kali Populasi Warga DKI Jakarta
Dikutip dari laporan Tim Riset CNBC Indonesia, korban meninggal karena corona jenis baru tersebut hampir menyentuh angka 100 dalam kurun waktu kurang dari tiga minggu. Artinya untuk dapat dinyatakan sembuh harus melalui beberapa fase.
Fase paling awal adalah fase deteksi, kemudian agar tak menular harus diisolasi, kemudian diobati. Tiga faktor ini memegang peranan penting dalam penyembuhan orang yang terjangkit. Karena virus menyerang korban dengan sangat cepat, maka tingkat keberhasilannya sangat bergantung dari seberapa cepat penyakit ini ditangani mulai dari di deteksi, diisolasi hingga diobati.
Saat seseorang terindikasi penyakit ini, maka akan dilakukan deteksi. Sensitivitas kit atau perangkat deteksi sangat menentukan apakah diagnosisnya valid atau tidak. Karena ini merupakan virus yang baru maka perangkat deteksi harus didesain terlebih dahulu dan segera didistribusikan ke berbagai daerah.
Semakin sensitif perangkat deteksi dan semakin cepat didistribusikan ke berbagai daerah maka akan semakin mempermudah kontrol terhadap penyakit karena dapat segera ditangani.
Fase selanjutnya adalah bagaimana agar orang yang terjangkit dapat dikarantina sehingga tidak menyebabkan wabah menjadi semakin meluas. Upaya karantina ini biasanya melibatkan isolasi daerah sumber penyakit dan beberapa daerah di sekitarnya yang berpotensi tertular. Sampai saat ini, China terus berupaya untuk mengontrol penyebaran virus dengan cara mengkarantina berbagai kota di sekitar Wuhan yang populasinya mencapai lebih dari 35 juta orang.
Pada Minggu (26/1/2020) stasiun kereta di Chengdu mengumumkan akan menutup beberapa jalur kereta cepat, termasuk rute ke Shang Hai dalam beberapa hari ke depan hingga awal Februari.
Masalahnya, Wuhan sendiri merupakan salah satu kota terpadat di China. Menurut media lokal Xinhua News Agency Wuhan merupakan kota seluas 8.914 km2 yang dihuni oleh lebih dari 11 juta orang. Karena kepadatan penduduk ini, potensi kontak fisik antar orang semakin tinggi sehingga risiko penyebaran virus juga semakin tinggi. Karantina memang penting untuk dilakukan dalam upaya penanganan epidemi. Namun karantina juga memberi dampak terhadap sektor ekonomi hingga psikologis.
Pada tataran level psikologis, isolasi suatu daerah akibat epidemi membuat kondisi lingkungan menjadi sangat mencekam. Akses transportasi yang ditutup seringkali menyebabkan berbagai pasokan makanan dan kebutuhan pokok menjadi menipis.
Setelah dideteksi dan dikarantina, selanjutnya adalah diobati. Ada tiga faktor penting yang mempengaruhi tingkat kesembuhan dari penyakit ini apabila ditinjau dari aspek ini.
Pertama, mengingat ini adalah virus baru, sampai detik ini belum ada obat spesifik yang bekerja melawan jenis virus corona ini. Riset dan pengembangan obat ini jadi faktor penting lainnya. Selain itu, keterjangkauan obat dari segi harga dan pasokan juga jadi faktor kritis.
Bukan hanya masalah di ketersediaan obat, ketersediaan infrastruktur yang memadai juga penting. Jumlah dokter yang menangani pasien, jumlah kamar dan kasur rumah sakit serta kapasitas rumah sakit jadi pertimbangan selanjutnya.
Dengan semakin bertambahnya korban berjatuhan, dan tingkat okupansi rumah sakit yang terus meningkat membuat pemerintah China menggelontorkan dana senilai US$ 1,6 miliar atau setara dengan Rp 22,4 triliun untuk subsidi obat dan upaya penanganan lain salah satunya membangun rumah sakit dengan kapasitas 1.000 tempat tidur dalam sepekan.
Faktor ketiga adalah kondisi pasien yang terjangkit. Tingkat kesembuhan juga dipengaruhi oleh usia, lama paparan infeksi dan berbagai hal lain. Anak-anak dan lansia cenderung lebih susah disembuhkan karena sistem imunnya yang relatif lebih lemah. Sementara lamanya paparan terhadap virus semakin menyulitkan penyembuhan.
Tiga upaya kuratif di atas juga harus dibarengi dengan upaya preventif seperti yang sudah dilakukan di China. Pemerintah memberikan instruksi kepada warganya untuk mengenakan masker. Bahkan secara tegas pemerintah China akan memberikan denda bagi pelanggarnya.
BACA JUGA: Wabah Virus Corona di Cina; 106 Orang Tewas, 4 Ribu Pasien Dirawat
Upaya kontrol dan penyembuhan tak bisa dilakukan oleh satu pihak saja, koordinasi dengan berbagai elemen yang ada serta keterbukaan informasi mutlak diperlukan. Terkait masalah keterbukaan informasi dan koordinasi dapat dilakukan dengan cara update data kasus secara terbuka dan real time, meningkatkan pengawasan dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat terkait atau instansi seperti WHO dan peningkatan skrining di berbagai fasilitas transportasi publik.
Jika berkaca pada kasus SARS 2003 lalu, wabah ini berlangsung kurang lebih enam bulan yang berlangsung sejak Februari hingga Juli 2003. SARS menyebabkan 8.096 orang terinfeksi dan 774 orang meninggal. Artinya tingkat fatalitasnya berada di angka 9,6%.
Jika dibandingkan dengan kasus virus corona baru saat ini tingkat fatalitasnya lebih rendah, yaitu di angka 2,9%. Pasalnya jumlah korban yang meninggal ada 80 orang dari 2.744 kasus yang dilaporkan.
Tingkat fatalitas yang lebih rendah ini ditengarai karena pemerintah China lebih terbuka dan perkembangan teknologi terutama di bidang kajian saintifik dan farmasi yang semakin maju.
Jadi kesimpulannya adalah deteksi, isolasi, dan pengobatan yang cepat dan tepat serta keterbukaan informasi dan koordinasi dengan berbagai elemen yang ada memegang peranan penting dalam penyembuhan virus berbahaya ini. Bagaimanapun juga tantangannya memang besar, mengingat merupakan virus baru dan belum ada obat spesifiknya. []
SUMBER: CNBC INDONESIA