BERSHADAQAH dan berinfaq adalah sarana paling mudah untuk mohon pembuktian kepada Allah SWT. Seperti dalam surat Al Baqarah : 245 bahwa apabila kita memberikan pinjaman yang baik kepada Allah, maka Allah akan melipat gandakan gantinya.
Apakah kita sudah membuktikan bahwa janji Allah dalam ayat tersebut benar dalam realitas kehidupan?
Kemudian dalam QS. 92:5-11: “Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertaqwa. Dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga). Maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar. Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa.”
Dalam ayat tersebut Allah menerangkan jika kita berinfaq fisabielillah . Allah akan memudahkan
apa saja urusan dan persoalan hidup kita. Apakah sudah kita buktikan dalam perjalanan hidup kita sekian lama?!
Tak mengapa dalam tahap awal bershadaqah dan berinfaq sebagai usaha kita untuk mohon pembuktian kebenaran dari janji Allah itu.
Akan tetapi setelah kita membuktikan dan mengalami “kebenaran janji Allah” tersebut, apakah kita akan menjadikan itu sebagai bentuk dari “sikap mental” kita saat bershadaqah dan berinfaq?
Pilihlah…! Apakah kita lebih suka Allah tuntaskan balasan shadaqah dan infaq kita didunia, atau kita tabung di akhirat?
Sedikit aneh jika kita sebagai orang yang beriman selalu ingin mendapatkan balasan di dunia. Untuk mereka yang bermental demikian renungilah
QS 42:20.
Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambahkan keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat.
QS 11: 15-16
Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia tidak akan dirugikan.
Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.
QS 17:18-19
Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang kami kehendaki bagi orang yang kami kehendaki dan kami tentukan baginya neraka jahannam, ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir.
Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik.
Rasulullah SAW adalah seorang yang paling suka bershadaqah dan berinfaq, jika niat Rasulullah SAW ingin mendapatkan “ganti yang berlipat ganda dari Allah” tentu beliau secara dzahir akan sangat kaya raya dan meninggalkan warisan yang melimpah ruah buat keluarganya.
BACA JUGA: Sedekah Tidak Menunggu Kaya
Jika Abu Bakar ra. bershadaqah dan berinfaq dengan harapan diganti oleh Allah lebih banyak lagi di dunia, tentu ia tidak akan memerah susu kambing untuk memberi nafkah keluarganya. Padahal saat itu pula ia baru dilantik menjadi khalifah kaum muslimin.
Abu Dzar ra. saat turun QS 3:92, bergegas pulang ke rumahnya dan kembali kehadapan Rasulullah SAW dengan segenggam kurma, karena memang hanya itu yang dia miliki untuk dishadaqahkan. Bandingkan dengan Utsman bin Affan ra. yang menolak para saudagar Yahudi untuk menjualkan kafilah untanya yang sebanyak 1000 ekor unta dengan muatan gandum makanan pokok buat penduduk Madinah. Dengan keuntungan maksimal 20% buat Utsman tanpa melakukan apa-apa. Utsman lebih memilih 1000 ekor unta dan muatannya tersebut untuk dishadaqahkan kepada kaum muslimin yang saat itu tengah dilanda musim paceklik.
Apa latar belakang Utsman mengambil keputusan tersebut? Karena dia lebih suka “keuntungan yang Allah berikan sebanyak 700% diakhirat kelak seperti dalam QS 2:261-269.
Memahami shadaqah Abu Dzar dan Utsman ra. artinya, segenggam kurma sama dinilainya dengan 1000 ekor unta dan muatan gandum. Tetapi yang sering kita lihat realitas saat ini, banyak yang memiliki kelapangan dan rizki yang berlimpah seperti Utsman bin Affan tetapi bershadaqah sama dengan jumlah shadaqahnya Abu Dzar ra. Inilah yang dinamakan bakhil. Dan kemudian masih berharap Allah melipatgandakan balasannya di dunia dan jika kelak meninggal masuk surgaNya.
Fattaqullah Mastathum, bertakwalah sekuat kemampuan kalian seperti dalam QS 64:15
Artinya kita sendiri lebih tau batas dari maksimal kemampuan kita dalam seluruh hal, tetapi terkadang mentalitas duniawi yang nista mulai mendikte iman kita yang labil…sehingga kita melakukan Korupsi Kemampuan. Realitasnya seperti yang saya lihat, berinfaq sekedarnya tetapi memborong busana sekian kali lipat dari infaqnya.
Untuk merawat wajah, rambut, kuku, badan agar tetap langsing dan membeli busana untuk penampilan lebih prioritas daripada mengeluarkan uang untuk membeli Libasut Taqwa yang bisa menyelamatkan kita dihari yaumil hisab.
BACA JUGA: Sedekah 10 Ribu, Dibalas 10 Juta!
Pintarlah memahami akar masalah, jadilah kita Ghuraba, orang asing di dunia ini. Tidak dikenal di dunia tetapi menjadi pembicaraan malaikat di langit. Jika hadir tak dikenal jika pergi tidak ada yang mencari, tetapi manusia ramai merasakan amal shaleh mereka. Tidak peduli siapa saja yang menikmati apa yang dia tanam, tidak perlu ada pengakuan dari manusia…
Semoga diri ini dapat tetap istiqomah dan hanya berharap ridhaMu ya Allah. [Wini Sulistiani/islampos/Disarikan dari tausiyah Ustadz BB]
HABIS