Oleh: Didi Muriadi
Jurnalis
SAYA masih ingat betul dimana teknologi tidak secanggih saat ini. Akhir 80-an ketika itu usia saya masih belasan tahun, selayaknya anak usia belasan, saya masih suka bermain bersama teman-teman sebaya selepas pulang sekolah.
“Didi… Main yuk?” Saya pun langsung lari keluar rumah mendengar suara teman memanggil nama saya, tidak perlu minta duit dulu sama lbu karena permainan kami tidak perlu biaya. Di lapangan kecil belakang rumahlah kami bermain, sangat tradisional permainan kami, tolak kadal, tapak bintang, petak umpet, kelereng dan banyak lagi. Semua senang tanpa uang, tidak ada tangisan di antara kita karena iri hati, tidak perlu ada pengawasan dari Bapak lbu ketika kami sedang bermain, semua gembira semua tertawa dan semua senang.
BACA JUGA: Ini Alasan Kenapa Permainan Kartu Baloot Populer di Saudi
Sekarang saya sudah punya anak dan anak saya sudah berusia lima tahun, banyak orang bilang anak saya sangat mirip dengan saya, secara fisik setelah saya lihat foto saya di jaman kecil memang mirip sekali. Tapi, anak saya terlahir dalam budaya teknologi yang canggih alias modern, dia gak pernah tau permainan ayahnya saat seumurannya saat inj, yang dia tau hanya Handphone untuk liat yutube, game online dan permainan modern lainnya yang ada di gadget.
“Lalu kemana permainan saya di era itu? Siapa yang memusnahkan dan membunuh permainan itu?” Adakah yang mau bertanggung jawab atas musnahnya permainan tradisional? Meskipun saya tidak tau siapa pencipta tolak kadal, taplak bintang dan lainnya tapi saya merasa kehilangan dan kangen dengan permainan itu. Pernah terlintas di pikiran saya untuk mengajak anak saya bermain permainan tradisional tapi nanti setelah dia bisa bermain dan ingin mengajak temannya bermain, apakah temannya mengerti permainan permainan tradisional? Akhirnya Keinginan untuk mengajarkan permainan tradisional itupun tergeser oleh perasaan sia sia.
Canggihnya teknologi memang memudahkan kita untuk mengakses segala hal tapi terlepas dari itu kita juga harus memikirkan budaya tradisional yang sudah di ciptakan oleh pendahulu kita, apakah kita ikhlas permainan permainan yang dulu saat kecil selalu kita mainkan dan harus punah dibunuh oleh permainan permainan yang berbasis teknologi? Ikhlaskah anda? Saya tidak!
Dalam tulisan ini saya ingin mengajak teman teman untuk tetap melestarikan permainan permainan tradisional, mari kita kenalkan anak anak kita, mengajarkan anak anak kita kembali agar tidak menjadi pecandu gadget dan permainan online yang berbasis teknologi, karena kita semua tau betapa jahatnya gadget untuk kesehatan mata anak anak kita dan juga bisa membuat anak anak kita jadi pemalas.
BACA JUGA: Jangan Ragu Ajak Anak Bermain di Luar Ruangan, Ini Alasannya
Tanpa kita sadari bahwa kesehatan mata anak kita terganggu akibat gadget dan juga prestasi di sekolah merosot karena terlalu intens nya anak terhadap gadget, pada tahun 2014 sekitar 80 persen anak menggunakan kaca mata akibat gadget, dalam acara World Sight Day 2014 sekitar 1.300 anak mendapat bantuan kaca mata gratis, bantuan di tujukan untuk anak anak SD sampai Menengah, hadir pula dalam acara itu Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak kala itu di jabat oleh Linda Amalia Sari.
Mari kita prihatin akan musnahnya permainan permainan tradisional dan rusaknya kesehatan mata anak anak kita akibat dari canggihnya teknologi terutama gadget yang membuat anak anak kita jadi pecandu gadget yang pemalas. []
OPINI ini adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: redaksi@islampos.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.