AQIQAH adalah salah satu dari sekian banyak amalan Sunnah Rasulullah SAW yang harus terus dilaksanakan dan diwariskan ummat Islam kepada generasi selanjutnya. Menurut bahasa, aqiqah adalah rambut yang dibawa janin ketika lahir. Saat rambut tersebut akan dicukur, maka disembelihkan kambing, maka kambing yang disembelih saat mencukur rambut bayi tersebut disebut dengan Aqiqah.
Sedangkan menurut istilah, aqiqah adalah:
الذبيحة التي تذبح عن المولود
Sembelihan yang disembelih untuk anak yang dilahirkan. (Fiqh Sunnah, Sayyid Sabiq: 3/326).
Berikut sabda Rasulullah SAW perihal ibadah sunnah aqiqah:
عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « كُلُّ غُلاَمٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّى ».
Dari Samurah bin Jundub, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: “Setiap anak tergadai dengan Aqiqahnya, maka disembelihkan untuknya pada hari ke-tujuh, dicukur rambutnya dan diberi nama”. (HR. Abu Daud).
Hukum aqiqah itu sunnat mu’akkadah, meskipun seorang ayah dalam kesulitan (ekonomi).
Aqiqah dilaksanakan Rasulullah SAW dan para shahabat. Diriwayatkan oleh para penyusun kitab as-Sunan bahwa Rasulullah SAW meng-aqiqah-kan cucunya, Hasan dan Husein masing-masing satu ekor kambing. Menurut Imam al-Laits dan Imam Daud azh-Zhahiri hukum Aqiqah itu wajib. (Fiqh Sunnah, Sayyid Sabiq: 3/326).
Lalu ibadah sunnah aqiqah merupakan tanggung jawab siapa terhadap siapa?
Apakah aqiqah itu tanggung jawab seorang ayah terhadap anaknya saja? Atau seseorang dapat meng-aqiqah-kan dirinya sendiri setelah ia dewasa?
وأضاف الحنابلة والمالكية: لا يعق غير الأب، ولا يعق المولود عن نفسه إذا كبر، لأنها مشروعة في حق الأب، فلا يفعلها غيره. واختار جماعة من الحنابلة: أن للشخص أن يعق عن نفسه استحباباً. ولا تختص العقيقة بالصغر، فيعق الأب عن المولود، ولو بعد بلوغه؛ لأنه لا آخر لوقتها.
Menurut Mazhab Hanbali dan Maliki, yang meng-aqiqah-kan hanya ayah saja (terhadap anaknya). Seorang anak tidak meng-aqiqah-kan dirinya sendiri setelah ia dewasa. Karena pensyariatan aqiqah itu terhadap ayah, tidak dapat dilaksanakan orang lain.
Sekelompok ulama Mazhab Hanbali berpendapat bahwa seseorang boleh meng-aqiqah-kan dirinya sendiri, jika ia ingin melakukannya.
Aqiqah tidak hanya dilakukan saat masih kecil. Seorang ayah dapat meng-aqiqah-kan anaknya setelah aqil baligh, karena tidak ada batasan akhir waktu untuk aqiqah. (al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu: 4/286). Wallahu a’lam. []
SUMBER: USTAZ ABDUL SOMAD