PADA bulan terakhir di tahun hijriah yaitu Dzulhijah, umat Islam yang telah mampu, disyariatkan untuk melaksanakan ibadah haji atau berqurban. Selain itu, disyariatkan pula bagi muslim yang tidak pergi haji untuk melaksanakan puasa.
Terkait persoalan haji yang memerlukan dana yang besar untuk akomodasinya, para calon haji biasanya menabung terlebih dahulu sambil menunggu giliran keberangkatan. Tabungan ini bisa berjangka hingga tahunan.
Demikian pula dengan qurban. Tak semua muslim bisa dengan mudah menunaikan ibadah yang satu ini, sebab hewan qurban juga tak murah. Perlu dana untuk membeli atau menyediakan sembelihan tersebut. Oleh karena itu, ada sebuah program di masyarakat yang disebut tabungan qurban atau arisan qurban.
BACA JUGA: Ada Apa di Balik Berqurban?
Bagaimana hukumnya? Berikut ini penjelasan selengkapnya yang dinukil dari Alquran, hadis dan pendapat para ulama.
Arisan dalam rangka berqurban masuk dalam pembahasan berhutang untuk qurban. Karena hakikat arisan adalah hutang.
Mengenai hukum berqurban dengan berhutang, sebagian ulama ada yang menganjurkannya meskipun harus berhutang. Di antaranya adalah Imam Abu Hatim sebagaimana dinukil oleh Ibn Katsir dari Sufyan At Tsauri (Tafsir Ibn Katsir, surat Al Hajj:36).
Sufyan al-Tsauri rahimahullah mengatakan, “Dulu Abu Hatim pernah berhutang untuk membeli unta qurban. Beliau ditanya, “Apakah kamu berhutang untuk membeli unta qurban?” beliau jawab: “Saya mendengar Allah berfirman:
“Kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya (unta-unta qurban tersebut).” (Q.s. Al Hajj:36).
Ibnu Katsir mengatakan mengenai maksud “kebaikan” dalam ayat tersebut, yaitu balasan pahala di negeri akhirat. Sedangkan, Mujahid mengatakan bahwa yang dimaksud kebaikan di situ adalah pahala dan kemanfaatan. (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 5: 415 dan 416).
Jadi ayat tersebut menerangkan bahwa qurban itu akan memperoleh kebaikan yang banyak. Sehingga sebisa mungkin seorang muslim meraih kebaikan ini meski dengan cara berutang.
Dalam Fatwa Islam Web no. 7198 disebutkan, “Siapa yang tidak mendapati kecukupan harta untuk membeli hewan qurban, maka hendaklah ia membeli qurban dengan cara berutang (menyicil) atau dibayar pada waktu akan datang yang telah disepakati (dijanjikan). Jika seseorang berqurban dalam keadaan berutang seperti ini, qurbannya sah, tidak ada masalah baginya. Bahkan sebagian ulama ada yang menganjurkan bagi orang yang tidak mendapati harta saat berqurban supaya ia mencari pinjaman untuk membeli hewan qurban dengan catatan ia mampu untuk melunasi utangnya.
Hal ini tidaklah masuk dalam masalah orang yang tidak punya kelapangan rezeki. Namun saat ingin berqurban, ia tidak punya kecukupan harta untuk membeli hewan qurban padahal ia sudah terkena perintah berqurban. Karena kenyataannya ia termasuk oramg yang mampu. Maka saat itu hendaklah ia berutang untuk tetap bisa berqurban.”
Sebagian ulama lain menyarankan untuk mendahulukan pelunasan hutang dari pada berqurban. Mereka adalah Syaikh Ibn Utsaimin dan ulama-ulama tim fatwa islamweb.net dibawah bimbingan Dr. Abdullah Al Faqih (Fatwa Syabakah Islamiyah no. 7198 dan 28826).
Syaikh Ibn Utsaimin mengatakan, “Jika orang punya hutang maka selayaknya mendahulukan pelunasan hutangnya daripada berqurban.” (Syarhu-l Mumti’, 7/455).
Bahkan Beliau pernah ditanya tentang hukum orang yang tidak jadi qurban karena uangnya diserahkan kepada temannya yang sedang terlilit hutang, dan beliau jawab, “Jika dihadapkan dua permasalahan antara berqurban atau melunasi hutang orang yang faqir maka lebih utama melunasi hutang tersebut, lebih-lebih jika orang yang sedang terlilit hutang tersebut adalah kerabat dekat.” (Majmu’ fatawa & Risalah Ibn Utsaimin, 18/144).
Sejatinya, pernyataan-pernyataan ulama di atas tidaklah saling bertentangan. Karena perbedaan ini didasari oleh perbedaan dalam memandang keadaan orang yang berhutang.
Sikap ulama yang menyarankan untuk berhutang ketika qurban adalah untuk orang yang keadaanya mudah dalam melunasi hutang atau untuk hutang yang jatuh temponya masih panjang.
BACA JUGA: Berqurbanlah, dan Ambillah 9 Hikmah darinya
Sedangkan anjuran sebagian ulama untuk mendahulukan pelunasan hutang daripada kurban adalah untuk orang yang kesulitan melunasi hutang atau pemiliknya meminta agar segera dilunasi.
Jadi, tidak masalah jika melakukan arisan, tabungan atau berhutang agar bisa melaksanakan qurban. Hanya saja, salah satu hal yang perlu dipertimbangkan adalah kemampuan untuk membayarnya dan keadaan orang yang dihutanginya. []
SUMBER: RUMAYSHO | KONSULTASI SYARIAH