Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Pengasuh Grup Online Obrolan Wanita Islamis (BROWNIS)
rutyuyun@gmail.com
BANYAK orang bilang punya anak gadis itu lebih sulit daripada punya anak laki-laki. Ada benarnya juga, terlebih di zaman sekarang. Kehidupan serba bebas kemudian ditambah dengan kecanggihan teknologi. Meskipun kalau mau jujur, punya anak laki-lakipun tak jauh beda.
Sekolah berbasis agama pun hari ini tak banyak berbeda dengan sekolah umum. Karena ternyata agama hanya berputar pada lingkup pribadi tak beda dengan apa yang tercetak dalam buku pelajaran. Sementara tindak realnya, tidak ada yang berusaha mengawal supaya agama mampu dipahami anak dan bisa ia terapkan sebagai bentuk kesadarannya sebagai manusia, makhluk ciptaan Allah. Baik dari keluarga, masyarakat maupun negara. Ibaratnya hanya mengumpulkan resep tapi gak pernah masak. So…tetep aja warung padang yang laris, ups!
BACA JUGA: Kenapa Orangtua Harus Larang Anak Pacaran
Hari ini orangtua makin lemah ketika berupaya menjadi teladan. Saking lemahnya hingga ia terkalahkan oleh opini masyarakat bahwa pacaran adalah sebuah kewajaran. Keyakinan bahwa syariat yang mulia telah mengharamkan pacaran luntur karena suara mayoritas, takut dianggap aneh atau kolot.
Kembali agama hanya teronggok di atas sajadah, begitu jasad beranjak berdiri, lupa dengan aturan agama. Seorang ibu menuturkan begitu khawatirnya ia melihat anak gadisnya yang sudah memasuki usia kuliah belum juga mendapat pacar. Padahal, obrolan terkencang di kantornya adalah anak-anak gadis mereka sudah mulai berkencan. Ada sepercik “kebanggaan” anaknya sudah laku. Ini anak atau olshop ya?
Sebelumnya si ibu bercerita bahwa anak gadisnya ini baru pertama kali jauh dari keluarga. Kos di kota besar jauh dari kenyamanan, sehingga si ibu harus merelakan sebagian waktunya bolak balik rumah kosan untuk menemani sang anak, agar terbiasa dengan suasana kosnya. Dan tak merasa kehilangan. Namun, sadarkah si ibu ketika anak gadisnya mengabarkan ia sudah punya pacar berarti telah impas balas budi?
Tak akan pernah ada yang bisa menggantikan darah ketika seorang ibu melahirkan anaknya. Dan tak akan cukup dunia untuk menggantikan air susu yang mengenyangkan anak. Tetap saja tak akan imbang jika kemudian anak mengumumkan ia sudah laku dan berpacaran. Yang ada adalah anak secara perlahan telah menyeret orangtuanya ke dalam neraka yang siksaannya tak pernah ada yang bisa menahan pedihnya.
BACA JUGA: Lelaki yang Biasa Pacaran
Hidup tak hanya di dunia. Sukses atau gagal tak hanya berbicara tentang pencapaian materi , tapi seberapa lapang jalan kita bangun untuk kelak berangkat ke surga . Bersama orang-orang yang kita cintai. Ada saatnya kelak kita hanya berharap pada doa anak yang keluar dari lisannya dan terlukis dalam perilakunya. Namun, jika hari ini kita jauh dari Islam, agama kita sendiri, bagaimanakah kita bisa meraihnya? Wallahu a’ lam bishowab. []
OPINI ini adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.