ISTTILAH “mencuri dalam shalat” yang biasa diungkapkan oleh ulama adalah merujuk pada sabda Rasulullah ﷺ yang diriwayatkan dari Abu Qatadah, “Sejelek-jelek orang yang mencuri adalah orang yang mencuri dalam shalatnya.”
Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana ia mencuri dalam shalatnya?” Beliau menjawab, “Ia tidak menyempurnakan rukuk dan sujudnya.” Atau beliau bersabda, “Ia tidak meluruskan punggungnya ketika rukuk dan sujud.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, ath-Thabrani dan al-Hakim)
Dalam hadits tersebut Rasulullah ﷺ mengkategorikan orang yang shalat tapi tidak menyempurnakannya sebagai pencuri dalam shalat. Di antara tanda pencuri dalam shalat beliau menyatakan, bila ia rukuk dan sujud tidak sempurna; tidak sempurna dalam bacaan dan gerakannya.
BACA JUGA: Waktu Terbaik Shalat Dhuha
Ibarat yang Rasul ﷺ tegaskan sebagai bentuk “pencurian” yang paling buruk adalah karena biasanya kita memahami pencuri adalah yang mengambil sesuatu yang bukan haknya, milik orang lain, bukan mengambil milik sendiri.
Sementara orang yang mencuri dalam shalatnya sejatinya ia mencuri miliknya sendiri; mencuri ruh dan makna shalatnya. Demikian juga karena ia mencuri yang sejatinya tidak boleh dicuri, yaitu ruh, nilai, makna, ajaran Rasul dalam shalat, yaitu khusyuk, thuma’ninah dengan menjaga kesempurnaan rukuk dan sujud.
Sebagaimana Rasulullah ﷺ juga bersabda, “Tidak sah (tidak sempurna) shalat seseorang, sehingga ia thumaninah ketika rukuk dan sujud.” (HR. Abu Daud).
Ada ulama yang memahami thumaninah adalah dalam gerakan rukuk dan sujud, yaitu meluruskan punggungnya, dan ada juga yang menyatakan meluruskan punggung dan tenang dalam berdoa dalam rukuk dan sujud.
Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah memaknai thumaninah, dengan diam beberapa saat setelah sempurnanya anggota-anggota tubuh (dalam gerakan sujud dan rukuk) dengan batasan waktu yang diperlukan ketika membaca doa tasbih.
Karena pentingnya menjaga kesempurnaan rukuk dan sujud, terkait sujud misalnya, Rasul mengajarkan agar sempurna dengan sempurnanya anggota tubuh dalam sujud. Rasulullah ﷺ bersabda, “Jika seseorang hamba sujud maka ia sujud dengan tujuh anggota tubuhnya, wajah, dua telapak tangan, dua lutut dan dua telapak kakinya.” (HR. al-Jamaah kecuali Bukhari)
BACA JUGA: Akhlak Baik, tapi Tidak Shalat, Bagaimana?
Demikian Allah SWT menganggap orang shalat bernilai lalai, jika shalatnya hampa dari pemaknaan akan subtansi shalat, yaitu pengagungan Allah SWT dan permohonan kepada-Nya (QS. al-Ma’un).
Karenanya dapat dipahami, bahwa ruh shalat dan kekhusyukan niscaya hilang bila seorang tidak dapat menyempurnakan rukuk dan sujudnya. Mengingat saat itu diantara subtansi shalat hadir, yaitu pengagungan kepada Allah SWT.
Dan Allah swt melegitimasikan orang-orang mukmin yang menang di antaranya adalah apabila mereka dapat khusyuk dalam shalatnya (QS.al-Mukminun 1-2). []