JANJI Allah SWT itu benar, yang salah adalah manusia yang masih meragukannya. Maka berlaku tawakal …
Pernahkah kita merasa buntu dan merasa tidak sanggup melalui sebuah episode kehidupan kita?
Padahal kita lupa ternyata selama ini tak ada satu episode pun yang tidak berhasil dilewati. Karena tak ada episode seseorangpun yang diskenariokan Allah melainkan pasti bisa dilaluinya.
Manusia hanya butuh kuncinya supaya mendapatkan pahala dan keberkahan dalam menjalaninya. Yakni tawakal. Mewakilkan, menyerahkan atau mempercayakan urusannya hanya kepada Allah.
Bukankah kita akan aman jika urusan kita diwakilkan kepada orang terpercaya. Bagaimana bila urusan tersebut langsung diserahkan kepada yang maha terpercaya dan maha penjamin?
BACA JUGA: 4 Booster keimanan dalam Sikap Tawakal
Tawakal berasal dari kata wakala yakni mewakilkan. Secara istilah artinya tawakkul yakni menyerahkan urusan. Sedangkan secara Syara’ tawakal adalah menyerahkan urusan hanya kepada Allah.
Tawakal terbagi tiga, tawakal dengan hati yakni full menyerahkan urusan kepada Allah tanpa ada keraguan sedikitpun. Tawakal dengan lisan yakni ungkapan doa atau dzikir yang menunjukkan tawakal seseorang kepada Allah. Seperti bismillahi tawakaltu alallah, la haula wala quwwata illa Billah, iyyaa kana’budu wa Iyyaka nasta’in, hasbunallah wanikmal wakil dan lisan yang menunjukkan bahwa butuhnya seseorang dengan pertolongan Allah. Serta tawakal dengan perbuatan yakni mengupayakan ikhtiar dan usaha secara optimal untuk setiap urusan yang dibarengi dengan hati dan doa.
Bismillah dalam ilmu bahasa Arab terdapat huruf ب isti’anah. Yakni bermaksud meminta pertolongan kepada Allah. Dengan bismillah Allah akan berkahi dan mudahkan setiap urusan. Sedangkan amalan yang tidak dimulai basmalah maka akan terputus keberkahannya.
Tingkatan tawakal seseorang berbeda-beda sesuai dengan keimanan. Ada yang full atau penuh, ada yang separuh masih ada kata tapi atau meragukan janji Allah dan ada yang tidak bertawakal sama sekali kepada Allah. Yang ketiga ini bisa berpotensi stress bahkan depresi.
Seseorang bisa dikatakan bertawakal kepada Allah bila memenuhi tiga rukun, yakni:
1. Melakukan ikhtiar atau hukum sebab akibat.
Seseorang berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Aku lepaskan untaku dan (lalu) aku bertawakkal ?’ Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Ikatlah kemudian bertawakkallah“(HR Ibnu Hibban)
Artinya seseorang wajib melakukan usaha terlebih dahulu baru kemudian tawakal.
2. Berdoa memohon bantuan Allah
3. dan menyerahkan hasil kepada Allah (ridho terhadap apapun yang Allah takdirkan)
Tawakal bukan hanya di akhir perbuatan melainkan dari awal perbuatan. Tawakal bukan hanya untuk urusan dunia seperti rezeki, kesembuhan atau yang lainnya melainkan juga untuk urusan akhirat. Mau sholat, puasa, haji sebelumnya harus tawakal kepada Allah.
BACA JUGA: Awas, Jangan Salah Artikan Tawakal
Jadi tawakal itu sejalan dengan usaha dan doa.
Faedah tawakal:
1. Menambah keimanan
2. Menambah pahala
3. Hati menjadi tenang tidak ada kata stres ataupun depresi
4. Allah akan mencukupkannya
5. Wasilah terkabulnya doa
6. Sumber kekuatan
7. Sedikit was-was
8. Khusyuk dalam beribadah
9. Mudahnya segala urusan
10. Masuk surga tanpa hisab
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,
يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مِنْ أُمَّتِيْ سَبْعُوْنَ أَلْفًا بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Tujuh puluh ribu orang dari umatku akan masuk surga tanpa hisab.
”Para shahabat lantas bertanya, “Siapakah mereka, wahai Rasulullah?” Beliau pun menjawab,
هُمُ الَّذِينَ لاَ يَسْتَرْقُونَ، وَلاَ يَتَطَيَّرُونَ، وَلاَ يَكْتَوُونَ، وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
“Mereka adalah orang-orang yang tidak minta diruqyah, tidak melakukan tathayyur (anggapan sial yang muncul tiba-tiba dari perkara yang dilihat atau didengarnya, pent.), tidak minta di-kay (cara pengobatan dengan menggunakan besi yang dipanaskan lalu ditempelkan kepada bagian tubuh yang sakit, pent.), dan hanya bertawakkal kepada Rabb mereka.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
BACA JUGA: Doa, Ikhtiar dan Tawakal
Tips supaya bisa tawakal:
1. Beriman kepada takdir
2. Berdoa
3. Optimis
4. Mencari keteladanan dari para nabi sahabat dan orang shalih
5. Butuh ilmu
Jika kepada makhluk kita yakin mewakilkan urusan kita kepadanya, mengapa kepada Allah masih meragukannya?
Jika pandangan makhluk bisa mencukupi maka bagaimana jika yang memandang kita adalah Al Kholik?
Wallahu a’lam bi showab. []