Oleh: Felix Y Siauw
KEMARIN ketika berjumpa dengan @AaGym, beliau menasihati tentang niat. Ucap beliau, “Andai kita masih tersinggung dengan orang lain, itu tanda belum sepenuhnya kita ke Allah” begitu
Sebab kata “Lillahi” itu bermakna “karena Allah semata”, artinya hanya kepada Allah kita memohon balasan, sebab karena Allah juga kita melakukan sesuatu itu pada awalnya
Teorinya, kalau benar niatan kita berbuat karena Allah, kita tidak lagi akan terpengaruh ucap atau tingkah orang. Dipuji muka tak merah, dimaki diri tak marah. Semua sama saja
Tapi itu idealnya, memang kita masih manusia, yang gemar puja puji dan takut caci maki. Disanjung terbang dibendung tumbang. Itu manusiawi, walau kita tetap harus mengubahnya
Bilapun masih ada rasa sedih saat mendapati diri kita dihina, maka jadikanlah kesedihan itu alasan untuk mengadu kepada Allah, agar Allah yang menghibur kita
Andai masih ada rasa takjub pada diri saat kita dijunjung. Maka segeralah memuji nama Allah, kenalkan Allah bukan kenalkan diri kita, sebab Allah yang besar bukan kita
Terkadang Allah angkat manusia untuk memberinya pelajaran, bahwa mudah bagi Allah untuk memberi siapapun kedudukan, bahwa Allah-lah yang memiliki alam semesta
Tapi kadang Allah menjatuhkan kita untuk memberi pelajaran, bahwa kita tidak boleh berbangga, untuk memberi kesempatan, agar kita mau bertekuk lutut, ruku dan sujud
Hakikatnya, suatu peristiwa tidak memiliki nilai apapun, tidak baik dan tidak buruk. Andai itu bisa membawa kita mengingat Allah dan lebih dekat pada Allah, itulah yang baik
Andai sebaliknya, satu hal membawa kita jauh dari Allah, maka inilah keburukan walau tersamar padanya kebaikan dunia. Walau orang memuji dan menyanjung
Dipuji atau dimaki, dikenal atau tersembunyi, kaya atau miskin, dituduh atau ditiru. Andai semua mendekatkan pada Allah, itu baik, andai menjauhkan dari Allah, itu buruk
Bagi mereka yang beramal “karena Allah”. Bila satu kejadian itu bisa mendekatkan mereka pada Allah, itu lebih daru cukup. Manakah yang kita maknai saat ini? []