JEMAAH Masjid Aolia di Gunungkidul merayakan hari raya Idul Fitri pada Jumat, 5 April 2024. Penetapan hari Lebaran ini lebih cepat dibandingkan pemerintah atau organisasi keagamaan besar seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah yang hari ini masih menjalankan puasa Ramadan.
Meskipun demikian, para jemaah Masjid Aolia tetap melaksanakan salat Idul Fitri di aula rumah Kyai Haji Ibnu Hajar Pranolo, yang dikenal dengan sebutan Mbah Benu, di Padukuhan Panggang III, Kelurahan Giriharjo, Panggang, Kabupaten Gunungkidul pada Jumat pukul 06.00 WIB.
Sebagian jemaah juga menggelar salat id di Masjid Aolia yang berjarak sekitar 30 meter dari rumah Mbah Benu. “Saya tidak tahu jemaah ini datang dari daerah mana saja,” kata Mbah Benu, Jumat lalu.
BACA JUGA:Â Geger Jemaah Masjid Aolia soal Bisa Telepon Allah Muncul Kecaman hingga Klarifikasi
Adapun terkait lebih awalnya pelaksanaan salat Id itu, Mbah Benu mengatakan tidak ada metode penghitungan hari seperti umumnya, melainkan berdasar keyakinan bersama. “Sesuai keyakinan,” kata dia.
Profil Jamaah Aolia
Jemaah Aolia pertama kali dibentuk pada 12 Agustus 1984 di bawah arahan KH. R. Ibnu Hajar Sholeh Prenolo. Dengan pendekatan sosiologis yang diterapkan oleh beliau, kelompok ini berhasil berkembang dengan cepat.
Dikutip dari laman journal.uinjkt.ac.id, awalnya, jemaah hanya berkumpul untuk melaksanakan salat lima waktu dan salat Jumat. Namun, seiring dengan bertambahnya kegiatan bersama dalam jemaah, mulai dipertimbangkan untuk menyelenggarakan perayaan hari-hari besar Islam serta kegiatan sosial bersama seperti tahlil, manaqib, dan doa bersama.
Pada 2009, jumlah anggota Jamaah Aolia Panggang diperkirakan mencapai sekitar 1.500 orang. Pusat kegiatan jemaah ini terletak di Masjid Aolia Panggang yang didirikan pada 12 Agustus 1984 dan selesai pembangunannya pada 12 Agustus 1986. Nama Jamaah Aolia Panggang diambil dari nama masjid tersebut. Meskipun sederhana, masjid ini memiliki ciri khas kuno yang melekat.
Anggota Jamaah Aolia Panggang berasal dari berbagai latar belakang. Sebagian besar berasal dari Panggang sendiri, tetapi ada juga yang berasal dari Jakarta, Purwokerto, Bandung, dan beberapa daerah lainnya. Mereka berasal dari beragam profesi, seperti petani, PNS, buruh, anggota legislatif, dan pengangguran.
Hubungan dalam Jamaah Aolia Panggang terutama terjalin antara imam dan jamaah. Untuk menghindari ketergantungan yang berlebihan pada KH Ibnu Hajar Soleh Prenolo, jemaah yang tersebar di berbagai daerah memiliki pembagian imam masing-masing untuk daerahnya.
Dikutip dari antaranews.com, Kepala Bidang Urusan Agama Islam (Urais) Kantor Wilayah Kementerian Agama DIY Jauhar Mustofa menjelaskan bahwa Jamaah Masjid Aolia pada dasarnya mengikuti amalan atau tata cara beribadah seperti umumnya umat Muslim.
Namun demikian, dalam menentukan awal bulan Ramadan dan hari 1 Syawal, mereka memiliki keyakinan atau prinsip tersendiri, tanpa mengikuti metode hisab atau rukyat. “Mereka punya dalil sendiri yang itu diyakini oleh pemimpinnya, Pak Ibnu dan pengikutnya,” kata dia.
Jauhar mengatakan, Kemenag DIY tidak dapat memaksa mereka mengikuti aturan yang selama ini telah ditentukan pemerintah. “Meskipun tahun ini agak mencolok karena bedanya sampai lima hari. Ini sangat-sangat mencolok. Kalau biasanya kan hanya (selisih) satu dua hari, tapi tahun ini memang agak mencolok sehingga memang menjadi perhatian,” kata dia.
BACA JUGA:Â Yang Dimakan Ali bin Abi Thalib dan Keluarganya di Hari Raya Idul Fitri
Menurutnya, Kementerian Agama Daerah Istimewa Yogyakarta (Kemenag DIY) akan terus menjalin komunikasi dan hubungan baik dengan para pemimpin jemaah tersebut melalui Kantor Urusan Agama (KUA) serta Kementerian Agama di tingkat kabupaten.
Saat ini, jumlah jamaah masjid Aolia sekitar 1.500-an berasal dari berbagai kalangan. Sebagian besar jamaah berasal dari daerah Panggang itu sendiri, tetapi ada juga yang berasal dari Jakarta, Purwokerto, Bandung, dan beberapa daerah lainnya.
Mereka berprofesi mulai dari petani, PNS, buruh, anggota legislatif, maupun pengangguran, dengan berbagai latar belakang pendidikan. Karena tersebar di berbagai tempat, ada pembagian imam pada daerah masing-masing. Imam daerah sebagai upaya agar tidak selalu bergantung kepada Mbah Benu. []
SUMBER: TEMPO