IBNU Ishaq menuturkan: Rasulullah memanggil Umar bin Khaththab untuk dikirim ke Makkah guna menyampaikan pesan beliau kepada para pemuka Quraisy.
Umar bin Khaththab berkata: “Wahai Rasulullah, aku khawatir pada tindakan orang-orang Quraisy atas diriku karena di Makkah saat ini, tidak ada seorang pun dari Bani Adi bin Ka’ab yang bisa memberi perlindungan untukku. Selain itu juga, orang-orang Quraisy mengetahui permusuhanku terhadap mereka. Namun aku akan tunjukkan kepadamu seseorang yang lebih mulia di Makkah daripada aku yaitu Utsman bin Affan.”
BACA JUGA: Tiga Keutamaan Utsman bin Affan
Rasulullah kemudian memanggil Utsman bin Affan dan memerintahkannya untuk menemui Abu Sufyan bin Harb dan pemuka-pemuka Quraisy lainnya serta memberitahukan kepada mereka bahwa kedatangan beliau bukan untuk tujuan perang, namun untuk berziarah ke Baitullah dan mengagungkannya.
Ibnu Ishaq melanjutkan: Utsman bin Affan pergi menuju Makkah, pada saat memasuki Makkah atau hendak memasukinya dia bertemu dengan Aban bin Sa id Ash yang kemudian membawa Utsman bin Affan di depannya dan melindunginya hingga ia menyampaikan surat Rasulullah. Kemudian, Utsman bin Affan menemui Abu Sufyan bin Harb pemuka-pemuka Quraisy, dan menyampaikan surat Rasulullah kepada mereka.
Setelah mereka menerima surat itu kemudian mereka berkata kepada Utsman bin Affan, “Apabila engkau mau thawaf di Baitullah, silahkan saja.”
“Aku tidak akan melakukan thawaf sebelum Rasulullah melakukannya. Kedatangan kami ke Makkah untuk berziarah ke rumah suci dan memuliakannya. Kami telah datang dengan membawa binatang qurban, dan setelah disembelih kami pun segera kembali ke Madinah,” kata Utsman.
Tetapi para pemuka Quraisy tetap bersikeras. Tahun itu Muhammad dan pengikutnya tidak boleh memasuki Makkah. Namun, Utsman pun bersikeras akan melaksanakannya sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya, karena kaum Quraisy tidak berhak melarangnya. Mereka hanya bertugas menjaga dan memelihara Ka’bah, dan siapa pun masyarakat Arab berhak ziarah di bulan suci itu.
Demikianlah karena terjadi tarik menarik, perundingan berjalan sangat alot sehingga berlangsung lama sekali. Sementara itu, para sahabat yang menunggu di Hudaibiyah mulai gelisah. Mulai terdengar isu bahwa Utsman ditawan. Mereka mencemaskan nasib Utsman atas kelicikan Quraisy. Para sahabat gelisah dan marah. Karena itu, mereka lalu meletakkan tangan mereka di atas empu pedang masing-masing, sebagai tanda ancaman dan kemarahan. Bahkan Nabi juga ikut cemas atas nasib Utsman yang bukannya tidak mungkin akan tewas dikhianati Quraisy.
“Kita tidak akan meninggalkan tempat ini sebelum kita dapat menghadapi mereka,” kata Rasulullah. Kemudian beliau mengumpulkan semua sahabatnya di sebuah pohon rindang di lembah itu. Mereka berikrar kepada Rasulullah dengan iman yang teguh dan kemauan yang keras. Semangat mereka sudah berkobar-kobar hendak mengadakan pembalasan terhadap pengkhianatan atas pembunuhan sahabat Utsman.
BACA JUGA: Cara Sedekah Utsman bin Affan yang Patut Dicontoh
Ikrar para sahabat kepada Rasulullah yang dikenal dengan “Bai’atur Ridwan” itu diabadikan Allah ‘Azza wa Jalla dalam surat Al Fath ayat 18. “Allah sudah rela sekali terhadap orang-orang yang beriman ketika mereka berikrar kepadamu di bawah pohon. Tuhan telah mengetahui isi hati mereka, lalu diturunkan kepada mereka rasa ketenangan dan memberi balasan kemenangan kepada mereka dalam waktu yang tiada lama.”
Usai para sahabat menyatakan ikrar, Rasulullah lalu menepukkan sebelah tangannya kepada sahabat di sebelahnya sebagai tanda ikrar untuk Utsman bin Affan. Seolah-olah Utsman hadir dalam ikrar Ridwan itu. Dengan ikrar itu, pedang-pedang yang masih tersalut di sarungnya terasa terguncang. Tak lama lagi perang akan pecah, dan mereka menanti gugur sebagai syuhada’ di medan laga. []
Sumber: Al-Allamah Asy-Syaikh Al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Sirah Nabawiyah Sejarah Lengkap Kehidupan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, Ak-Armedia.