ASHABUL Kahfi adalah sekelompok pemuda yang beriman kepada Allah. Mereka terdiri atas tujuh orang, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran. Kita tidak mengetahui nama, pekerjaan, kota tempat tinggal, bahkan raja yang berkuasa dan gua tempat berlindung mereka.
Di dalam gua, para pemuda Mukmin Ashabul Kahfi ini tinggal untuk merenung dan berpikir, lalu keluar dengan sebuah kesimpulan yang pasti bahwa Allah adalah satu-satunya tuhan seluruh alam sehingga mereka tidak akan beriman dan menyembah selain kepada-Nya. Mereka mengetahui bahwa kaum mereka adalah orang kafir yang menyembah selain Allah. Kekufuran mereka menyebabkan kezaliman dan kebohongan. Siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat dusta terhadap Allah?
Para pemuda Ashabul Kahfi memikirkan langkah berikutnya, yaitu dengan mengasingkan diri dan memutuskan untuk meninggalkan kaum mereka. Langkah tersebut diambil karena mereka orang yang beriman, sedangkan kaum mereka adalah kafir. Tidak mungkin bagi mereka untuk tinggal bersama kaum kafir. Kemudian, mereka meninggalkan kota itu dan pergi menuju sebuah gunung lalu memutuskan untuk berlindung dalam gua di gunung itu. Mereka memohon kepada Allah agar mencurahkan rahmat-Nya di dalam gua itu.
BACA JUGA: Strategi Reformasi Ashabul Kahfi
Allah mengabulkan permohonan pemuda Ashabul Kahfi. Rahmat Allah diturunkan kepada mereka di dalam gua, tempat yang memudahkan urusan dan menunjukkan bagi mereka kekuasaan-Nya. Dia memerintahkan matahari agar tidak menyinari tubuh mereka sehingga tidak merusaknya. Baik saat terbit pada pagi hari maupun saat terbenam pada sore hari, matahari menjauhi gua itu sehingga sinarnya tidak mengenai mereka. Mereka berada di tengah-tengah gua yang lapang.
Di antara tanda-tanda kekuasaan Allah di dalam gua adalah mata mereka tetap terbuka sehingga orang yang melihat menyangka mereka terjaga dan dapat melihat, padahal mereka tertidur nyenyak. Bahkan, bumi tidak menelan tubuh mereka karena Allah membalikkan mereka sesekali ke kanan dan ke kiri.
Bersama pemuda Ashabul Kahfi ada seekor anjing yang menjadi teman mereka. Anjing itu duduk di ambang pintu gua, mengunjurkan kedua lengannya dan tertidur seperti penghuni gua itu. Dengan demikian, tidak ada seorang pun yang berani mengganggu mereka ketika tertidur.
Allah telah membuat hati siapa saja yang melihat mereka menjadi takut. Saat menoleh, dia akan melarikan diri karena ketakutan. Mereka tertidur cukup lama, bahkan disebutkan dalam surah ini selama 309 tahun. Setelah itu, ketika Allah membangunkan, mereka bertanya-tanya tentang berapa lama mereka telah tertidur hingga mereka berbeda pendapat.
Di antara mereka, ada yang mengatakan kita berada (di sini) sehari atau setengah hari. Mereka tidak memperpanjang perdebatan itu karena tidak mengetahuinya lalu menyerahkan hal itu kepada Allah seraya mengatakan Tuhanmu lebih mengetahui berapa lama engkau berada (di sini).
Perhatian pemuda Ashabul Kahfi hanya terfokus pada hal yang penting. Oleh karena itu, mereka menunjuk salah seorang di antara mereka untuk pergi ke kota dan membekalinya dengan uang untuk membeli makanan. Mereka meminta kepadaNya agar dipilihkan makanan yang baik, halal, dan diperbolehkan.
Demikian pula, dia harus tetap waspada dan berhati-hati agar tidak ada seorang pun mengetahui dan mengenalinya karena mereka merasa takut terhadap kaum mereka. Jika kaum mereka mengetahui tempat tinggal dan penghuni di dalam gua itu, niscaya mereka akan dibunuh atau dibujuk untuk kembali pada agama dan perbuatan syirik kaum tersebut,
Pergilah pemuda itu ke pasar untuk membeli makanan. Dia pergi dengan hati-hati, waspada, dan sembunyi-sembunyi. Namun, Allah menghendaki hal lain. Allah ingin menjadikan sebagian di antara mereka sebagai tanda kekuasaan dan kemampuan Allah Yang Mahasuci untuk membangkitan. Allah menampakkan dan memperlihatkannya kepada kaum mereka.
Sementara itu, kaum itu telah menjadi kaum yang beriman kepada Allah, generasi sebelumnya yang kufur telah lenyap, yaitu generasi yang telah ditinggalkan oleh penghuni gua itu. Kaumnya yang sekarang hidup adalah generasi beriman.
BACA JUGA: 7 Pemuda Ashabul Kahfi, Siapa Saja?
Setelah penduduk negeri tersebut melihat salah seorang laki-laki Mukmin itu, lalu penduduk negeri menyusulnya hingga ke gua. Ketika tiba di gua, penduduk negeri mendapatkan tujuh laki-laki Mukmin itu telah wafat. Kali ini, mereka benar-benar wafat dalam keadaan yang wajar. Kemudian, terjadi perbedaan pendapat mengenai hal yang akan penduduk negeri lakukan terhadap mereka.
Di antara penduduk ada yang menyarankan mendirikan sebuah bangunan di atas (gua itu). Tuhannya lebih mengetahui (keadaan) mereka (penghuni gua itu). Akan tetapi, salah seorang yang bijaksana di antara penduduk tersebut memutuskan untuk mendirikan sebuah rumah peribadatan. Akhirnya, didirikanlah sebuah rumah peribadatan di atasnya.
Demikianlah akhir kisah tentang keimanan keikhlasan, dan kezuhudan di dunia untuk kembali pada Allah. Kisah tentang pemuda Ashabul Kahfi tidak akan pernah hilang. Orang-orang dan pemeluk agama samawi memperbincangkan, sedangkan orang Mukmin merenungkan agar dapat mengambil pelajaran tentang keimanan keikhlasan, dan keteguhan.[]
SUMBER: KISAH-KISAH DALAM AL-QURAN | PUSAT STUDI QURAN