SETIAP pencari nafkah. Pasti berusaha menjemput rezekinya dengan halal. Baik itu sifat atau cara mendapatkannya. Karena Islam sangat memperhatikan semua lini kehidupan. Termasuk asupan yang masuk kedalam tubuh kita.
Asupan halal yang masuk ke dalam tubuh kita, akan mempengaruhi kesehatan tubuh dan ibadah kita kepada Allah SWT. Daging yang tumbuh dari rezeki yang halal, baik, bersih, dan suci, akan memudahkan kita beribadah memenuhi panggilan-Nya. Melihat mushaf Al-Qur’an akan terasa indah. Suara Adzan terdengar merdu. Lapar puasa terasa lezat.
Mengeluarkan harta terasa ringan. Hingga jihad terasa agung dan tak menjerikan hati.
Ini seperti cerita Imam asy-Syafi’i saat melakukan perjalanan ke Baghdad. Malam itu, beliau menginap di kediaman Imam Ahmad. Tentu, sang tuan rumah menghidangkan jamuan makan malam. Setelah keluarga Imam Ahmad menghabiskan menu santapannya. Imam asy-Syafi’i menghimpun sisa makanan dari seluruh wadah. Lalu, menyantapnya dengan lahap hingga habis tak tersisa.
“Tamu kita ini rakus sekali ayah. Makannya banyak sekali,” ujar putra Imam Ahmad.
“Tanyalah ia, nak. Mengapa demikian,” jawab Imam Ahmad, sambil pipinya terangkat karena tersenyum.
“Nak,” kata Imam Syafi’i. “Sesungguhnya aku yakin bahwa hidangan di rumah keluarga Ahmad Ibn Hambal adalah makanan yang berasal dari salah satu sumber tersuci di muka bumi. Kehalalannya terjamin. Maka Demi Allah, aku berharap berkah dari menikmati jamuan di rumah kalian. Berkah itu sangat berharga, ia menjadikan kita mampu mentaati allah di setiap keadaan. Maka tidak akan kubiarkan satu remah pun tercecer dan sia-sia. Hingga aku santap semua sajian tak tersisa.”
Sebaliknya, daging yang tumbuh dari rezeki haram, mudah bergeletar saat dekat dengan dengung kemaksiatan. Mata akan menikmati pemandangan yang terlarang. Telinga lebih suka mendengarkan dusta, gunjing, adu domba, dan ketidakbaikan. Lidah mudah memfitnah, mencela, bergibah, dan berbohong. Kaki terasa berat melangkah ke masjid dan majelis ilmu. Bahkan langkahnya sulit dikendalikan saat melangkah ke tempat maksiat. Semoga kita senantiasa dilindungi Allah dari segala yang demikian. []
Sumber: Lapis-lapis Keberkahan/Salim A Fillah/Pro-U Media