LISANNYA mengering karena banyak berpuasa, lalu dibasahi dengan bacaan al-Qur’an. Wajahnya berseri dengan kesabaran dan ketaatan.
Semoga Allah merahmati Aswad bin Yazid, guru bagi orang-orang yang zuhud, dan salah satu dari kedelapan tokoh zuhud. Kisah perjalanan hidupnya dipenuhi puasa, shalat malam, dan haji.
Aswad bin Yazid berasal dari keluarga berilmu. Ia selalu dekat dengan al-Qur’an, dengan mengkhatamkan al-Qur’an dibulan Ramadhan setiap dua malam sekali. Pada selain Ramadhan ia mengkhatamkannya setiap enam hari.
BACA JUGA: Al-Aswad, Pengembala Kambing di Perang Khaibar
Ia berpuasa sepanjang tahun sesuai dengan sunnah Rasulullah ﷺ, ”TIdaklah disebut orang berpuasa ketika seseorang melakukan puasanya selamanya. Karena puasa tiga hari disetiap bulannya sama pahalanya dengan puasa sepanjang tahun semuanya.” (HR. Bukhari, No.495; dan Imam Muslim, No.1159).
Ia mempunyai nama lengkap al-Aswad bin Yazid bin Qais. Julukannya Abu Amr an-Nakha’iy al-Kufi. Ia saudara kandung Abdurrahman bin Yazid, salah seorang tabi’in.
Beliau juga adalah paman dari Ibrahim an-Nakha’iy yang juga salah seorang tabi’in dan semua keluarganya tinggal dalam satu rumah yang ditempati para ulama.
Mereka diberikan apresiasi sebagai orang-orang yang bekerja keras karena taat kepada Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat dan menjalankan ibadah haji.
Ia belajar dari banyak sahabat Rasulullah ﷺ, hingga mendapatkan kesempatan untuk meriwayatkan hadis dari Muadz bin Jabal r.a, Bilal bin Rabah r.a, Abdullah bin Mas’ud r.a, Ummul Mukminin Aisyah r.a, Hudzaifah bin Yaman r.a dan para sahabat generasi pertama lainnya.
Bukan berarti shalat dan ijtihad yang menjadi konsentrasinya menjadikannya melalaikan kewajiban agama lainnya. Ia juga memberikan perhatian pada kewajiban-kewajiban agamanya serta hak-haknya.
Ia sering berpuasa hingga warna bibirnya menjadi hitam pecah karena sangat kering. Ia bersusah payah dalam berpuasa sehingga tubuhnya berona hijau karena sangat kering, kedua matanya cekung, lemah dan sakit.
”Mengapa engkau siksa tubuh ini, wahai Abu Abdurrahman?” tanya Alqamah bin Martsad, seorang sahabatnya.
”Saya menginginkan istrahatnya tubuh ini, wahai saudaraku, wahai orang yang punya kesungguhan.”
Asy-Sya’bi mengapresiasikan sifat Aswad dengan tiga kata, ”Ia adalah shawwam (banyak berpuasa), qawwam (banyak shalat malamnya), hajjaj (banyak hajinya).”
Kegigihannya dalam beribadah menyebabkan fisiknya lemah. Ketika menghadapi sakaratul maut, ia menangis sedih.
BACA JUGA: Inilah Sahabat yang Pertama Kali Membuat Uang Dirham Berbentuk Bulat
Lalu teman-temannya berkata,”Wahai Abu Abdurrahman, mengapa engkau bersedih seperti ini?”
”Bagaimana saya tidak bersedih. Sungguh demi Allah, sekalipun saya mendapatkan ampunan dari Allah SWT, saya masih sangat malu atas apa yang sudah saya perbuat. Sesungguhnya seseorang akan berada diantara dirinya dan dosa kecil terakhir, lalu Allah mengampuninya. Saat itu, rasa malu pada Allah pun masih tetap ada.” []
Sumber: Syiar A’lam an-Nubala’/Penulis: Imam Adz-dzahabi/Penerbit: Pustaka Azzam