RASULULLAH SAW mengajarkan kepada umatnya untuk tidak berlebih-lebihan dan bersikap proporsional dalam segala hal, termasuk dalam berislam. Dalam ajaran Islam sikap berlebih-lebihan disebut dengan ghuluw. Islam melarang ghuluw dan Rasulullah SAW juga telah memberikan peringatan keras kepada umatnya tentang buruknya sikap ghuluw dalam berislam.
Ghuluw dalam konteks berislam maknanya adalah sikap keras, kaku, berlebih-lebihan, dan melebihi batas yang telah ditentukan oleh syar’i. (An-Nihayah fi Gharibil Atsar, 3/382)
BACA JUGA: Pernikahan Beda Manhaj, Apa Hukumnya?
Ahlu Sunnah wal Jamaah atau oleh kalangan santri biasa disebut dengan ASWAJA adalah manhaj dalam memahami agama Islam yang berusaha sedekat mungkin memahami Islam sesuai dengan apa yang dipahami oleh Rasulullah SAW, para sahabatnya, para tabi’in, dan para tabi’ut tabi’in.
Salah satu keunggulan Manhaj Ahlu Sunnah wal Jamaah adalah konsep I’tidal yakni bersikap adil dalam seluruh aspek. Sehingga, manhaj yang begitu mulia ini sangat anti terhadap berbagai macam bentuk sikap ghuluw dalam segala hal, terutama dalam berislam.
Sikap Ghuluw dalam berislam dapat terjadi dalam berbagai ranah praktik beragama; ranah ibadah, keyakinan atau akidah, perkataan, maupun perbuatan.
Sikap ghuluw ternyata menjadi faktor penyebab tumbuhnya perasaan jenuh dan lemah sehingga terputuslah kontinuitas dalam beramal ibadah. Ghuluw merusak prinsip istiqamah dalam beramal yang telah tertanam dalam diri seorang muslim.
Dari Abu Hurairah ra, dari Rasulullah SAW, beliau bersabda, “Sesungguhnya agama itu mudah, dan sekali-kali tidaklah seseorang memperberat agama melainkan akan dikalahkan, dan (dalam beramal) hendaklah bersikap pertengahan (tidak melebihi dan tidak mengurangi), bergembiralah kalian, serta mohonlah pertolongan (di dalam ketaatan kepada Allah) dengan amal-amal kalian pada waktu kalian bersemangat dan giat.” (HR. Al-Bukhari No. 38)
BACA JUGA: Siapa Berpaling dari Manhaj Allah, Maka Baginya Teman yang Jahat untuk Menuju Kesesatan
Maknanya, seorang muslim yang berjibaku dengan berbagai amal ibadah namun jika ia mengabaikan sikap keramahan (Ar-Rifqu), maka ia akan ditimpa perasaan letih lalu terputus amalannya, dan ia kalah dalam mempertahankan keistiqamahan. (Fathul Bari, Ibnu Hajar al-Asqalani, 1/94)
Dari hadits ini pula kita bisa paham bahwa orang yang terlalu berlebihan dalam berislam, maka ia akan mudah terhenti dari amalan tersebut.
Bukan berarti Islam itu melarang umat untuk meraih idealisme amal ibadah, namun Islam mencegah sikap berlebih-lebihan yang akan mengantarkan pelakunya pada kejenuhan ibadah semisal tenggelam dalam kesibukan ibadah sunah hingga kehabisan energi untuk melaksanakan ibadah yang lebih utama atau wajib. []
SUMBER: DAKWAH.ID