Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Pengasuh Grup Online Obrolan Wanita Islami (BROWNIS)
HARI AIDS sedunia jatuh pada 1 Desember 2018. Ini adalah tahun ke-30 hari AIDS diperingati. Organisasi Kesehatan Dunia pertama menyatakan Hari AIDS Sedunia pada tahun 1988. Dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran global tentang perjuangan melawan HIV. Juga sebagai dukungan untuk orang dengan HIV dan mengingat mereka yang meninggal akibat penyakit terkait HIV/AIDS.
Menurut PBB, 36,9 juta orang hidup dengan HIV di seluruh dunia pada tahun 2017. Dari jumlah tersebut, 35,1 juta orang dewasa dan 1,8 juta adalah anak-anak. Menurut Ketua Program Yayasan AIDS Indonesia dr. Sarsanto W Sarwono, SpOG, data tersebut sebenarnya seperti fenomena gunung es. Jumlah ODHA yang tidak tercatat diperkirakan lebih dari itu.
Selama ini para dokter dan praktisi kesehatan seringkali mempromosikan kenali penyakit ini sehingga muncul sikap permisif yang dipaksakan kepada masyarakat. Dengan kata lain, penderita AIDS bukanlah seseorang yang harus dijauhi. Bahkan mereka secara pribadi didorong secara sadar memeriksakan diri dan bersikap positip terhadap sakitnya. Orang-orang sekitar si sakitpun diminta lebih fleksible dan menganggap mereka normal adanya.
Solusi yang ditawarkanpun masih mengacu pada sikap permisif dan beraroma liberal. Salah satunya rumus ABCDE yang selama ini disosialisasikan sebagai cara pencegahan HIV/AIDS. Berharap darinya bisa diturunkan angka penderitanya. Sebagai contoh, A (abstinace) adalah tidak berhubungan seks di luar nikah. Sarsanto mengatakan ini adalah edukasi mengenai HIV/AIDS dan kesehatan reproduksi dilakukan mulai dari siswa siswi SMP.
Tanpa ada landasan akidah yang kuat yang juga ditanamkan kepada anak didik melalui kurikulum, adalah mustahil mampu menancap dalam benak mereka. Karena mengenalkan bab terlarang sama dengan ilmu pengetahuan yang lainnya. Tidak ada penekanan bahwa Allah Maha Melihat berikut penjelasan, bahwa alat reproduksi dan juga anggota badan lainnya, ada keharusan melakukan amal sesuai dengan peraturan Allah. Kesadaran itulah yang seharusnya dimunculkan. Sebagaimana firman Allah dalam Quran Al Isra 17:32 yang artinya:
Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.
Artinya harus ada kontroling sebelum zina itu terjadi. Dan itu bisa diadakan oleh negara, dengan memasukkan kurikulum pendidikan yang mampu menumbuhkan kepribadian terbaik.
Dalam pandangan Islam. Kemunculan penyakit HIV AIDS tidak semata-mata karena ulah virus yang melemahkan sistem kekebalan seseorang. Namun lebih kepada akibat dari budaya liberalisasi pergaulan dan gaya hidup. Liberalisasi sangat kental dengan arah pandang sekulerisme atau memisahkan agama dari kehidupan. Arah pandang ini menjadi kaidah berpikir mereka, di mana yang terdepan adalah hawa nafsu dan meniadakan campur tangan Allah sebagai zat yang Maha Tahu apa maslahat terbaik bagi manusia.
Islam sebagai agama yang sempurna akan mengadakan tindakan preventif dan kuratif untuk mengatasi yang demikian. Pertama, preventif, yaitu dengan tegas akan menerapkan Quran surat Al Isra: 32. Dengan mewajibkan setiap perempuan menutup aurat, tidak membangun sarana dan prasarana yang mengarah kepada ikhtilat dan kholwat, memberikan sanksi yang berat bagi pelaku zina, seks bebas dan sesama jenis, menjamin keamanan masyarakat, membangun perekonomian berdasar syariat Islam demikian pula dengan pendidikan, benar-benar mengarahkan setiap individu agar bertakwa.
Kedua, tindakan kuratif lebih kepada penderita HIV/Aids, negara harus melakukan pendataan konkret. Negara bisa memaksa pihak-pihak yang dicurigai rentan terinveksi HOV/Aids untuk diperiksa darahnya. Selanjutnya penderita dikarantina, dipisahkan dari interaksi dengan masyarakat umum. Karantina dimaksudkan bukan bentuk diskriminasi, karena negara wajib menjamin hak-hak hidupnya. Bahkan negara wajib menggratiskan biaya pengobatannya, memberinya santunan selama dikarantina, diberikan akses pendidikan, peribadatan, dan keterampilan. Di sisi lain, negara wajib mengerahkan segenap kemampuannya untuk membiayai penelitian guna menemukan obat HIV/Aids. Dengan demikian, diharapkan penderita bisa disembuhkan.
Demikianlah, pencegahan seks bebas ini bisa efektif jika masyarakat dididik dan dipahamkan kembali untuk berpegang teguh pada ajaran agama. Masyarakat yang paham bahwa hubungan seks adalah sakral dan hanya bisa dilakukan dengan pasangan sah melalui pernikahan akan membentuk kehidupan sosial yang sehat. Bahwa berkasih sayang itu perlu pengaturan, agar tak ada kerusakan. Dan itu hanya ada jika Islam diterapkan. Wallahu a’ lam biashowab. []
OPINI ini adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: redaksi@islampos.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.