ATEIS Stijn Ledegen, sebelum jadi mualaf, dulunya adalah seorang mahasiswa Hukum di Flemish University di Brussels, Belgia. Dia tertarik pada hukum dan politik internasional dan Eropa. Dalam satu kurun waktu di tahun 2020, Stijn melakukan penelitian tentang pengaruh agama di Eropa untuk Parlemen Eropa.
Selain sebagai mahasiswa, Stijn menyukai olahraga dan sering pergi ke gym saat akhir pekan. Bagaimana Stijn yang asalnya ateis ini menemukan Islam? Begini penuturannya.
“Adalah surat pertama dari Quran, Surah Al fatihah. Itulah Surah yang Anda gunakan untuk memulai setiap shalat. Saya merasakan sesuatu yang sangat luar biasa. Seolah-olah Tuhan sedang berbicara kepada saya. Kalimat pertama itu ‘Bismillahirrahmanirrahim”. Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
BACA JUGA: Kisah Mualaf Victoria Nailah Edwards, Sineas Film Star Wars
“Anda tidak dapat mengubah sistem Anda dari satu hari ke hari berikutnya, seperti robot. Butuh waktu. Saya beradaptasi untuk shalat lima kali sehari dengan cara seperti anak kecil. Saya berkata pada diri sendiri: Minggu ini saya akan shalat sekali sehaari, berikutnya dua kali, lalu tiga kali….Sampai akhirnya, saya shalat lima kali. Dan sekarang sholat lima waktu itu sudah menjadi rutinitas.
Cerita Ateis dari Belgia Stijn Ledegen Jadi Mualaf:
“Saya tidak minum alkohol lagi. Saya mendiskusikannya dengan saudara perempuan saya baru-baru ini, karena dia suka minum. Sudah lama sejak saya minum anggur sehingga saya bahkan lupa bagaimana rasanya. Adik saya bertanya kepada saya: ‘Apakah kamu tidak merindukan minum anggur?’ Tapi ternyata seorang mualaf membuat peralihan kebiasaan dengan mudah.
“‘Orang juga sering bertanya: Kok bisa wanita Muslim pakai jilbab? Bagaimana bisa kamu berhenti makan babi?’ Orang melihat itu sebagai masalah. Jilbab adalah contoh terbaik. Ibuku pernah berkata: ‘Suhu di sini 33 derajat dan wanita memakai jilbab. Ini tidak sehat.’ Orang yang tidak melihatnya dari perspektif Islam melihatnya sebagai beban. Umat Islam melihatnya dari sudut pandang yang berbeda. Tidak lebih baik atau lebih buruk, hanya berbeda. Bagi kami, itu berkah.
Cerita Ateis dari Belgia Stijn Ledegen Jadi Mualaf: Saat Beritahu Ayah
“Soal jadi mualaf, saya memberi tahu ayah saya pada jam 2 pagi. Saya berkata: ‘Aku ingin mengatakan sesuatu, yah..’. Saya ingat tatapan ayah saya pada saya. Dia berkata: ‘Kamu bukan gay, kan?’ Saya berkata: ‘Tidak, Ayah. Tenang, jangan khawatir. Ini sebenarnya sesuatu yang berbeda.’ Saat itu sebenarnya dia sudah sering melihat Quran, sajadah dan tasbih di kamar saya. Jadi dia punya firasat ada sesuatu yang terjadi. Dia kemudian menyelesaikan kalimatnya dan berkata: ‘Jadi apa yang ingin kamu katakan? Kamu belum jadi seorang Muslim kan?’
“Saya tidak tahu harus berkata apa. Tapi iman saya sangat kuat. Saya berpikir, saya beriman kepada Tuhan dan saya menghormati keluarga saya. Segalanya akan berhasil. Jadi saya mengatakan kepadanya: ‘Ayah, aku telah pindah agama. Aku ingin memberitahumu. Tapi saya menunggu setahun sehingga Anda kamu bisa melihatnya sendiri.’
BACA JUGA: Hukum Nikah dengan Mualaf tapi Belum Disunat
“Ayah mulai menangis dan berteriak. Dan itu sangat memukul saya, karena ayah saya adalah pria kuat yang selalu mendukung keluarganya. Dan saya belum pernah melihatnya meneteskan air mata. Saya sangat sedih pada waktu itu. Tapi semuanya dapat diatasi.
Cerita Ateis dari Belgia Stijn Ledegen Jadi Mualaf: Bahagia
“Sebelum saya masuk Islam, saya hidup senang. Saya punya banyak teman-teman. Perbedaan besar antara beragama dan tidak adalah dari sudut pandang mana Anda melihat sesuatu. Saya sekarang juga hidup bahagia namun dari perspektif yang berbeda. Itulah masalahnya; orang melihat hal-hal sebagai hitam dan putih, tetapi sebenarnya ada area abu-abu yang luas. Beban bagi yang satu adalah berkah bagi yang lain. Dan sebaliknya.” []
SUMBER: ALL AMERICAN MUSLIM