JAKARTA—Nur Ana Apfianti, pemohon perseorang asal Surabaya mengajukan gugatan terhadap pasal 14 UU 24/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang mengatur tentang kepesertaan wajib BPJS Kesehatan. Gugatan dilayangkan ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (8/1/2019).
Singgih Tomi, kuasa hukum Nur Ana mengatakan, kewajiban menjadi peserta BPJS Kesehatan dianggap merugikan karena pemohon telah memiliki asuransi kesehatan swasta.
BACA JUGA:Â BPJS Kesehatan Putus Kontrak dengan 6 Rumah Sakit di Bogor
“Dengan kewajiban menjadi peserta BPJS Kesehatan, pemohon harus membayar premi asuransi BPJS Kesehatan dan swasta. Padahal jika pemohon sakit tentu pemohon lebih memilih dirawat menggunakan asuransi swasta karena fasilitasnya lebih bagus,” ujar Singgih dalam salinan gugatannya.
Menurut Singgih, kepesertaan BPJS Kesehatan mestinya menjadi hak bagi warga. Pemerintah dinilai tak berhak melakukan pemaksaan terhadap warga agar menjadi peserta BPJS.
Kondisi ini, kata dia, semakin diperparah karena mulai 1 Januari 2019 warga yang tidak menjadi peserta BPJS akan dipersulit dalam pengurusan dokumen kependudukan.
“Misalnya untuk izin mendirikan bangunan sekarang harus pakai BPJS Kesehatan,” katanya.
Aturan mengenai kewajiban peserta BPJS Kesehatan ini tercantum dalam pasal 14 yang menyebutkan bahwa setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia, wajib menjadi peserta program jaminan sosial.
BACA JUGA:Â Sejumlah Rumah Sakit Setop Layani Pasien BPJS
Ketentuan itu dianggap bertentangan dengan pasal 34 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan pelayanan umum yang layak.
Aturan tentang kepesertaan BPJS Kesehatan sebelumnya juga digugat oleh Serikat Pekerja PLN. Namun MK saat itu menolak gugatan tersebut karena menganggap BPJS merupakan sistem jaminan sosial yang telah mencakup kepentingan rakyat. []
SUMBER: CNN INDONESIA