DHAKA – Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi mendapat tekanan lagi untuk menghentikan kekerasan terhadap Muslim Rohingya yang mengakibatkan hampir 125.000 dari mereka menyelamatkan diri ke Bangladesh dalam 10 hari terakhir.
Perlakuan Myanmar yang mayoritas penduduknya beragama Budha terhadap 1,1 juta warga Rohingya adalah tantangan paling besar yang dihadapi Suu Kyi. Ia dituduh tidak bersuara terhadap kaum minoritas itu yang telah lama mengeluhkan persekusi terhadap mereka.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres memperingatkan risiko pembersihan etnis dan destabilisasi regional. Dia mendesak Dewan Keamanan PBB menekan agar Myanmar menahan diri.
Melihat ratusan lagi orang Rohingya yang kelelahan tiba dengan menumpang perahu-perahu dekat Shamlapur, desa perbatasan Bangladesh pada Selasa. Orang-orang Rohingya masih mengungsi dalam jumlah besar Reuters
Kekerasan paling akhir di Rakhine, negara bagian di baratlaut Myanmar mulai terjadi pada 25 Agustus ketika para pejuang Rohingya menyerang sejumlah pos polisi dan pangkalan tentara. Militer dan polisi melakukan aksi balasan yang menyebabkan sedikitnya 400 orang meninggal dan memicu eksodus dari desa-desa ke Bangladesh.
“Saya serukan kepada semua, semua pihak berwenang di Myanmar, otoritas sipil dan militer untuk menghentikan kekerasan ini yang menurut pandangan saya menimbulkan situasi yang dapat membuat situasi kawasan tidak stabil.”
“Ketika ditanya apakah kekerasan itu bisa dilukiskan sebagai aksi sama dengan pembersihan etnis, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres memperingatkan risiko pembersihan etnis dan destabilisasi regional.”pungkasnya.[]