Oleh: Dyah Kartika,
Mahasiswi IAIN Jember
dyahkartika227@gmail.com
LIDAH merupakan salah satu nikmat yang besar yang dianugerahkan Allah SWT kepada hambanya, padanya terdapat kebaikan yang banyak dan kemanfaatan yang luas bagi siapa saja yang menjaganya dengan baik. Tetapi pada kenyataannya, manusia sering lalai dalam menjaga titipan Allah SWT ini, maksiat lidahpun seperti hal biasa.
Memang, “Lidah Tidak Bertulang”. Mudah mengucap tapi sulit dikendalikan. Apakah tanpa tulang itu yang membuat manusia sulit untuk menyetir lidahnya? Wallahu a’lam. Banyak sekali masalah yang timbul akibat alat indera yang satu ini, serasa seperti bisa ular berbisa tanpa wujud, perlahan tapi menyakitkan bahkan bisa juga disebut pembunuh tanpa aturan.
Banyak sekali masalah yang timbul akibat ulah si lidah ini. Rasanya, semua permasalahan di muka bumi ini semua berawal dari lidah. Lidah siapa? pastinya lidah manusia. Sebab hingga saat ini, tradisi lisan masih masih menjadi tradisi yang dominan daripada tradisi tulisan. Karena dengan lisan, kita bisa dengan langsung mengutarakan pendapat yang ada di hati.
Kita lihat saja realita saat ini yang terjadi. Banyak sekali manusia berdebat, berdemo, berpidato, berdiskusi. Itu semua dengan menggunakan apa? Dengan lisan pastinya. Mungkin semua itu dilakukan demi kemaslahatan umat. Tapi, bagaimana dengan lisan yang dipergunakan untuk maksiat, bergossip, mencari kesalahan orang lain, membicarakan orang lain, menyakiti orang lain. Astagfirullah. Semoga kita dijauhkan dari sifat yang seperti itu.
Kita ulas kembali lidah ini. seperti apa sih? Lidah bukan hanya sekedar organ tubuh manusia yang dibentuk dengan sedemikian rupa, bukan juga untuk hiasan semata. Lidah manusia dilengkapi dengan gigi, gusi, dua bibir, rongga mulut, tenggorokan serta sumber suara. Jika diamati secara fisik, fungsi lidah tidak lebih hanya untuk fungsi-fungsi biologis semata, seperti mengecap dan mengucap.
Tetapi, jika kita perhatikan dengan baik-baik, fungsi lidah adalah instrumen yang menyatu dengan organ tubuh lain yang mempunyai ruh sebagaimana hati dan akal maka keberadaan lidah sungguh menyimpan banyak sekali misteri.
Lidah selalu berkonspirasi dengan hati. Apapun yang diucapkan oleh lidah seseorang, itu adalah cerminan dari hati. Tetapi, ingatlah! Lidah sering kali berbeda dengan kata hatinya. Sering kali orang bicara dengan lidahnya dengan santun, penuh kelembutan, dan apa yang dikeluarkan dari lidahnya adalah hikmah dan perkataan yang baik. Akan tetapi, terkadang apa yang diucapkannya itu hanya pemanis semata, pemerah bibir sementara, ia menggunakan kata-kata dan lidahnya untuk mengelabuhi bahkan merayu. Astagfirullah. Berhati-hatilah dengan keadaan yang seperti ini.
Dalam sebuah hadist
Nabi SAW bersabda kepada Mu’az bin jabal sambil memegang lidahnya yang bermaksud : “Engkau wajib menahan ini. Maka aku berkata, ya Rasulullah, kami senantiasa mengotakan apa yang kami kata. Nabi berkata, ‘ibumu telah kehilangan engkau, wahai Mu’az. Bukanlah manusia di bantingkan muka ke dalam neraka disebabkan engkara lidah mereka?”. (Hadis Riwayat Bukhari)l
Dari hadist tadi kita pasti berpikir, bagaimana balasan yang akan kita terima jikalau lidah kita, hati kita tidak dikendalikan dengan baik. Pepatah Jawa juga mengatakan,
“Ajining diri soko lathi, ajining rogo soko busono” (kebaikan jiwa dilihat dari ucapan, kebaikan raga dilihat dari pakaian)
Oleh sebab itu, kita sebagai manusia biasa haruslah pandai-padai mengendalikan lidah kita, agar kita terhindar dari azab, dan apapun yang kita ucapkan ada guna dan manfaat untuk orang lain. Latihlah lidah kita yang sering berucap yang tak bermakna untuk senantiasa berdzikir kepada Allah, mengingat Allah. Dengan cara itu Insya Allah kita akan terhindar dari fitnah dunia dan azab akhirat. Amin .
Allah SWT berfirman :
قَوْلٌ مَّعْرُوفٌ وَمَغْفِرَةٌ خَيْرٌمِّن صَدَ قَةٍ يَتْبَعُهَآ أَذًى ٌ وَاالَّلهُ غَنِىٌّ حَلِيمٌ
“perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya Lagi Maha Penyantun.” (QS. Al-Baqarah [2]: 263).
Memang artikel ini sudah biasa, mungkin dengan yang biasa inilah yang membuat manusia menjadi tidak biasa. Terima kasih. []