AZAN merupakan sebuah panggilan yang lazim dikumandangkan ketika waktu shalat sudah tiba. Namun, ternyata ada beberapa waktu dan kondisi dimana azan juga dikumandangkan selain pada waktu shalat.
Kapan dan bagaimana hal itu dilakukan? Apa dalilnya? Melanjutkan ulasan sebelumnya, berikut ini penjelasannya:
6. Azan di telinga orang yang ayan (sakit sawan) atau kesurupan (mashruu’).
Auf bin Malik Al-Asyja’iy radhiyallahu ‘anhu berkata, “Dulu kami meruqyah pada masa Jahiliyah, maka kami bertanya: Wahai Rasulullah bagaimana pendapatmu tentang itu? Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Perlihatkanlah kepadaku ruqyah kalian, tidak mengapa dengan ruqyah selama tidak terkandung dalamnya satu kesyirikan”. (Sahih Muslim)
Jadi, azan ini biasanya dilakukan dalam proses ruqyah.
7. Azan ketika berperang.
Dalil hadisnya tidak ada, namun dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa setan menggoda manusia untuk memerangi umat Islam. Allah berfirman:
“Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya (untuk berperang) dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya’ kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan. Dan ketika syaitan menjadikan mereka memandang baik pekerjaan mereka dan mengatakan: ‘Tidak ada seorang manusiapun yang dapat menang terhadapmu pada hari ini, dan sesungguhnya saya Ini adalah pelindungmu’. Maka tatkala kedua pasukan itu telah dapat saling lihat melihat (berhadapan), syaitan itu balik ke belakang seraya berkata: ‘Sesungguhnya saya berlepas diri daripada kamu, sesungguhnya saya dapat melihat apa yang kamu sekalian tidak dapat melihat; Sesungguhnya saya takut kepada Allah’. Dan Allah sangat keras siksa-Nya.” (Al-Anfaal: 47-48)
8. Azan di belakan orang yang bepergian jauhdan setelah menurunkan mayat ke liang kubur.
Syekh Husain bin Ibrahim Al-Azhariy Al-Malikiy (w.1292H), ditanya tentang azan setelah menurunkan mayat ke liang kuburnya dan di belakang orang yang bepergian jauh. Beliau menjawab, “Melakukan azan dibelakang orang yang bepergian jauh, berharap ia kembali dari safarnya untuk menetap di negrinya; Masalah ini saya tidak mendapatkan nashnya kecuali bahwasanya itu banyak diamalkan oleh orang-orang yang dijadikan panutan dengan amalannya dari para ulama beberapa negri, dan hubungannya (azan dengan musafir) karena ada panggilan menuju shalat (berjama’ah) dan panggilan menuju kemenagan dengan menuju ke negri asalnya dan kembali dari safarnya”. (Qurratul ‘Ain bi Fatawaa Ulamaa Al-Haramain hal.264)
Syekh Husain bin Ibrahim Al-Azhariy Al-Malikiy melanjutkan jawabannya, “Melakukan azan pada kubur setelah meletakkanya dan sebelum menutupnya, ini tidak disebutkan oleh seorang pun dari fuqaha, dan tidak ada hubungannya, karena tidak ada jalan untuk kembalinya si mayit ke dunia, dan ini tidak diamalkan oleh orang-orang yang dijadikan panutan.”
Bahkan Ibnu Hajar Al-Haitamiy berkata, ”Itu adalah bid’ah, karena tidak ada dalil sahih tentangnya, adapun yang dinukil dari sebagian orang maka tidak bisa dipegangi. Kemudian aku melihat Al-Ashbahiy berfatwa seperti yang aku sebutkan, karena ia ditanya apakah ada hadis tentang itu? Ia menjawab: Aku tidak mengetahui satu hadis tentang itu dan tidak pula atsar kecuali yang diceritakan dari sebagian orang belakangan (mutaakhirin) mereka berkata: Kemungkinan itu dikiaskan pada sunnah azan dan iqamah di telinga bayi, seolah-olah mereka berkata bahwa kelahiran adalah awal keluar ke duania, dan ini akhir keluar darinya. Namun dalil ini lemah karena yang seperti ini tidak ditetapkan kecuali ada nash (tauqifiy), maksudku nash pengkhususan azan dan iqamah. Karena dzikir kepada Allah ta’ala dicintai dalam setiap kondisi kecuali waktu buang hajat”
Jadi, dalil tentang hal ini juga lemah.
11. Azan ketika tersesat diperjalanan.
Ibnu Abidin (w.1252H) berkata, “Al-Madaniy berkata, ‘Aku mengatakan, dan ia (Ibnu Hajar Al-Haitamiy) menambah dalam kitab “Syir’atil Islam” azan bagi orang yang tersesat jalan di daerah yang tidak berpenghuni yaitu tidak ada manusia sama sekali.” [Raddul Mukhtar Hasyiah Ibnu Abidin 1/385]
Syekh Ibnu Baaz rahimahullah ketika ditanya tentang hukum azan selain untuk shalat, beliau menganjurkan azan ditelinga bayi, ketika melihat jin, dan takbir ketika ada kebakaran. Adapun selain itu, beliau tidak tahu. [Fatawa Nuur ‘alaa Ad-Darb 6/350 maktabah syamilah]
Syekh Ar-Rajihiy ditanya tentang azan selain waktu shalat, beliau menjawab bahwa azan yang jumlahnya 15 kalimat dengan mengangkat suara untuk selain waktu shalat tidak disyari’atkan. (Fatawa Munawwa’ah 26/34 maktabah syamilah). []