TURKI—Lembaga bantuan kemanusiaan Turki terus memberikan dukungan bagi para pengungsi Rohingya. Baru-baru ini Bulan Sabit Merah Turki telah meresmikan pusat komunitas bagi pengungsi Rohingya yang melarikan diri dari pembantaian di Myanmar, di tenggara Bangladesh, Rabu (1/8/2018).
“Kami tidak akan meninggalkan warga Rakhine sendirian!” ungkap pejabat Bulan Sabit Merah Turki.
Pusat Komunitas Desa Harapan “fokus pada peningkatan ketahanan dan kemandirian para pengungsi di Cox’s Bazaar.”
BACA JUGA: Pengungsi Rohingya Hadapi 3 Ancaman Krisis
Upacara peletakan batu pertama juga dilangsungkan untuk 1000 unit penampungan—lanjutan dari 200 unit yang dibangun sebelumnya—yang akan dibangun di Cox’s Bazaar.
Pernyataan ini juga mengungkapkan bahwa 1.000 bingkisan makanan dan payung telah didistribusikan kepada para pengungsi di kamp Burmapara-2 dalam kerjasama dengan komunitas Bulan Sabit Merah Bangladesh.
Bulan Sabit Merah Turki adalah organisasi kemanusiaan terbesar di Turki, dengan jaringan internasional untuk membantu negara lain yang membutuhkan.
Institusi layanan sosial nirlaba dan berbasis relawan memberikan bantuan dan layanan tanpa pamrih dan merupakan badan usaha yang diatur oleh ketentuan hukum khusus.
Manajemen bencana, donor darah, perawatan kesehatan, pertolongan pertama, bantuan internasional serta layanan imigrasi dan pengungsian termasuk dalam kegiatan institusi ini.
Menurut Amnesti Internasional, Sejak 25 Agustus 2017, lebih dari 750 ribu pengungsi, kebanyakan anak-anak dan wanita, telah meninggalkan Myanmar dan menyeberang ke Bangladesh setelah pasukan Myanmar melancarkan tindak kekerasan terhadap masyarakat muslim minoritas.
Menurut organisasi Doctor Without Borders, sedikitnya 9.400 warga Rohingya terbunuh di Rakhine sjak 25 Agustus hingga 24 September tahun lalu.
Dalam sebuah laporan yang diterbitkan baru-baru ini, organisasi kemanusiaan ini mengungkapkan kematian 71,7 persen atau 6.700 warga Rohingya diakibatkan oleh kekerasan, termasuk diantaranya 730 anak-anak di bawah 5 tahun.
Rohingya, yang disebut PBB sebagai orang paling teraniaya di dunia, menghadapi ketakutan meningkat atas serangan yang membunuh puluhan orang pada kekerasan komunal pada 2012. []
SUMBER: ANADOLU