ULAMA internasional asal Texas, Amerika Serikat, Syekh Yusuf Estes tiba di Jakarta untuk melakukan safari dakwah di beberapa kota di Tanah Air.
Yusuf Estes terpilih menjadi Tokoh Islam 2012 dalam ajang Dubai Internasional Award ke-16 (DIHQA). Ia terpilih karena sumbangsihnya mempromosikan Islam di seluruh dunia.
Tak hanya itu, Estes juga mendirikan sejumlah laman berbahasa Inggris, seperti TubeIslam (jejaring video muslim), ChatIslam (layanan chat Muslim) dan Worldpreschool (laman pendidikan bagi muslim muda). Estes bahkan dikenal sebagai pendiri TV Islam pertama di Amerika Serikat yaitu Guide US TV. Atas segala kiprahnya itulah ia menjadi salah satu tokoh berpengaruh dalam dunia Islam.
Bagiamana perjalanan Estes hingga sampai pada ‘hidyah’ Islam?
Estes lahir dari keluarga Kristen yang taat di Midwest, Amerika Serikat. Keluarganya secara turun-temurun membangun gereja dan sekolah di AS. Ia menempuh pendidikan dasar di Houston, Texas. Semasa kecil, ia selalu menghadiri gereja secara teratur. Ia dibaptis pada usia 12 tahun di Pasadena, Texas.
Keingintahuannya yang besar terkait ajaran Kristen membuatnya ingin mengunjungi gereja-gereja lain. Ia datangi gereja Metodis, Episkopal. Nazareth, Agape, Presbyterian dan lainnya.
Tak hanya itu, Estes juga mempelajari agama lain seperti Hindu, Yahudi, dan Buddha. Namun, Estes mengaku tak begitu tertarik pada Islam.
“Saya tidak menaruh perhatian serius pada Islam. Inilah yang banyak ditanyakan oleh teman-temanku,” kenang dia.
Selain, ketertarikan mempelajari agama, Estes juga diketahui memiliki minat terhadap musik. Ia bahkan menjadi pengajar Keyboard pada tahun 1960 dan tiga tahun kemudian memiliki studio sendiri di Laurel, Maryland. Bersama ayahnya, ia membuat program hiburan dan atraksi. Ia juga membuka toko piano dan organ sepanjang jalan dari Texas, Oklahoma dan Florida.
Dari bisnis itu, Estes memperoleh pendapatan hingga jutaan dolar AS. Tapi ada satu hal yang mengganjal. Pikirannya tidak merasa tenang.
“Mengapa Tuhan menciptakan aku? Apa yang Tuhan inginkan? Tapi di agamaku terdahulu, siapa pun harus percaya tanpa perlu bertanya,” tuturnya.
Satu hal yang membuat Estes merasa aneh adalah tidak terdapat kata “trinitas” dalam Injil. Masalah itu, kata dia, telah menjadi perhatian selama dua abad. Ia pernah mempertanyakan masalah ini kepada para pendeta. Namun, tidak ada jawaban yang logis. Sebaliknya, terlalu banyak analogi dan pendapat yang aneh.
Tahun 1991, bisnis Estes mulai merambah keluar negeri. Negara pertama yang ia kunjungi adalah Mesir. Di sana ia bertemu dengan seorang pria Muslim yang akan jadi rekan bisnisnya.
Satu hal yang ada di pikiran Estes tentang Muslim, “teroris”. Estes tidak percaya ia harus berhubungan dengan sosok yang begitu ia benci.
“Mereka tidak percaya kepada Tuhan. Mereka adalah penyembah kotak hitam di padang pasir. Mereka cium tanah lima kali sehari. Sial, saya tidak ingin bertemu dengan mereka,” kata Estes menirukan ucapannya dahulu saat tiba pertama kali di Mesir.
Sikap Estes akhirnya luluh, ketika ayahnya menjelaskan sosok yang bakal ditemui. Ayahnya mengatakan calon klien yang akan ditemui memiliki kepribadian yang baik. Tapi alasan yang paling diterima Estes adalah rencana ayahnya untuk mengkristenkan setiap Muslim. “Itulah alasan kuat yang akhirnya membuat saya mau bertemu dengan pria Muslim itu,” ucapnya.
Akhirnya, Estes dan ayahnya bertemu dengan pria Muslim itu setelah kebaktian. Dengan sikap jumawa, Estes memegang erat Injil di tangannya. Ia bawa salib dengan tampilan mengilap. Detik-detik bertemu dengan kliennya itu, Estes terkejut.
“Orang ini sangat hangat. Mereka ramah sekali,” kenang Estes ketika bertemu pertama kali dengan pria tersebut. Penampilan pria ini seperti kebanyakan masyarakat Arab. Mereka kenakan jubah panjang, bersorban, dan berjanggut. Bedanya, pria ini tidak memiliki rambut.
Mereka pun berdialog seputar keyakinan yang dianutnya.
“Apakah anda percaya pada Tuhan?” tanya estes.
“Ya,” jawab pria muslim itu.
“Apakah anda percaya Adam dan Hawa?”
Kembali pria muslim itu menjawab, “Ya.”
Estes kemudian mengutarakan beberapa pertanyaan lainnya tentang apakah ia percaya kepada Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Daud, Nabi Sulaiman, Nabi Yunus, hingga Nabi Isa dan injil.”
Semua dijawab oleh pria muslim tadi dengan jawaban yang sama, “Ya.”
Perbincangan itu sempat membuat Estes terkejut. Ternyata seorang Muslim percaya pada Injil. Tapi dirinya baru tahu kalau keimanan Muslim terhadap Yesus hanya sebatas utusan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, lahir tanpa ayah, tengah berada di langit bersama pencipta-Nya dan akan turun ketika akhir zaman tiba.
Yusuf EstesEstes tak berhenti bertanya kepada pria Muslim itu. Ia bertanya banyak hal. Dalam pikiran Estes, ada kepercayaan diri tinggi bahwa pria Muslim itu bakal menjadi penganut Kristen yang taat.
Lalu bisnisnya bakal berkembang lebih dari yang dibayangkan. “Saya minta kepada ayah untuk segera mempercepat bisnis dengan pria Muslim ini,” kata dia.
Sementara itu, Estes juga terus melakukan tugasnya sebagai misionaris di Texas, Amerika serikat.
Di sebuah rumah sakit, ia bertemu seorang pastor yang merupakan pasien di rumah sakit tersebut. Estes pun mengajaknya tinggal bersama.
Pada akhirnya, banyak dialog tentang Islam yang terjadi antara Estes, pria muslim dan pastor tersebut.
Pada satu titik, mereka membahas tentang Alquran yang tak sama seperti Injil. Alquran tak berubah sejak pertama kali diturunkan, sedangkan Injil yang merupakan kitab suci Estes pada mas aitu sudah mengalami banyak perubahan.
Yang mengejutkan, pastor itu mengakui kebenaran Islam.
“Ia tengah mempelajari Islam. Saya sempat terkejut. Inilah masa di mana saya akhirnya mulai menerima Islam,” kenang Estes.
Hingga akhirnya pastor itu minta diantar ke masjid dan kembali dalam penampilan yang sangat berbeda hingga Estes hampir tak mengenalinya. Pastor itu sudah masuk Islam.
Belum selesai dengan rasa terkejutnya dengan keputusan pastor itu memeluk Islam, giliran istrinya yang menyatakan niatnya untuk memeluk Islam.
“Saya sangat terkejut. Saya tidak bisa tidur,” kata Estes.
Jelang Subuh, Estes tak lagi mampu menutupi keinginannya untuk memeluk Islam. Ia keluar rumah, lalu menemukan sepotong kayu, ia berdirikan kayu tepat di arah kiblat umat Islam. Dalam hati Estes bertanya, “Ya Tuhan, jika Kau ada di sana, bimbing aku, bimbing aku.”
Beberapa saat kemudian, Estes melihat sesuatu. Ia tidak melihat malaikat atau mendengar sesayup suara. Ia melihat dirinya sudah berubah. Ia melihat dirinya sudah seharusnya menghentikan perbuatan bodoh dan melakukan sesuatu yang licik.
Selanjutnya, Estes membersihkan dirinya. Sekitar pukul 11.00 pagi, ia berdiri di depan dua saksi, salah satunya si mantan pastor—yang dikenal sebagai Bapa Peter Jacob—dan lainnya Abdel Rahman. Estes lalu mengucapkan dua kalimat syahadat.
“Aku bersaksi, tidak ada tuhan selain Allah. Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah,” ucap Estes mantap. Selanjutnya, giliran sang istri mengucapkan dua kalimat syahadat. Beberapa bulan kemudian, giliran ayah Estes mengucapkan dua kalimat syahadat.
Tak lama setelah ayahnya, giliran ibunya mengakui bahwa Yesus bukanlah anak Tuhan. Ia adalah nabi.
“Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala menerima keimanannya,” kata Estes.
Estes begitu cepat beradaptasi dengan status barunya. Seluruh kegiatan bisnis yang ia lakukan dimodifikasi dengan menjadi medium untuk menyebarkan syiar Islam. Ia juga membangun sekolah-sekolah guna mendidik para Muslim mendalami Al-Quran.
“Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala membimbing kita menuju kebenaran. Aamiin,” pungkasnya.
Hingga kini Estes dikenal sebagai ulama internasional. Ia sering melakukan safari dakwah ke berbagai negara di seluruh dunia. []
SUMBER: KISAH MUALAF