Serangan terhadap Islam
Dengan disingkirkannya kekhalifahan, pemerintah Turki memiliki lebih banyak kebebasan membuat kebijakan yang menyerang lembaga-lembaga Islam. Dengan kedok “membersihkan Islam dari campur tangan politik”, sistem pendidikan benar-benar dirombak. Pendidikan Islam dilarang, menjadi sekolah non-dogmatis. Aspek lain dari infrastruktur agama juga diruntuhkan. Dewan Syariah yang sebelumnya menyetujui undang-undang pendirian GNA, dihapuskan. sumbangan keagamaan disita dan diletakkan di bawah kontrol pemerintah. Pondok-pondok sufi secara paksa ditutup. Semua hakim hukum Islam di negara itu segera dipecat, karena semua pengadilan syariah ditutup.
Serangan Atatürk terhadap Islam tidak terbatas pada pemerintah, termasuk kehidupan sehari-hari di Turki juga ditentukan oleh ide-ide sekuler Atatürk. Yakni:
- Bentuk hiasan kepala Islam tradisional seperti sorban dan kopiah dilarang, pemerintah lebih mendukung topi bergaya Barat.
- Jilbab yang digunakan perempuan, diejek sebagai “objek konyol” dan dilarang di gedung-gedung publik.
- Kalender resmi berubah, dari kalender Islam tradisional, berdasarkan perhitungan hijrah, perjalananNabi Muhammad ﷺ ‘s ke Madinah, menjadi kalender Gregorian, berdasarkan kelahiran Yesus Kristus.
- Pada tahun 1932, azan dilarang dikumandangkan dalam bahasa Arab. Sebaliknya, itu ditulis ulang dengan menggunakan kata-kata Turki dan prakteknya dipaksakan pada ribuan masjid di Turki.
- Hari Jum’at tidak lagi dianggap sebagai bagian dari akhir pekan. Sebaliknya, Turki mengikuti norma-norma Eropa dimana hari Sabtu dan Minggu menjadi hari libur dari pekerjaan.
- Setelah semua perubahan ini, sandiwara GNA mencapai puncaknya pada tahun 1928 dimana Turki menghapus klausul dalam konstitusi yang menyatakan Islam sebagai agama resmi negara. Islam telah diganti dengan ideologi sekuler Atatürk.
Reformasi bahasa
Atatürk mengetahui bahwa reformasi sekuler akan sia-sia, jika orang-orang Turki bisa mengelola gerakan untuk melawan mereka. Bahaya terbesar bagi tatanan baru ini adalah sejarah Turki, yang sejak tahun 900-an telah terjalin dengan Islam. Untuk menjauhkan generasi baru Turki dari masa lalu mereka, Atatürk harus membuat masa lalu tidak dapat terbaca oleh pemuda Turki.
Dengan alasan meningkatkan melek huruf di kalangan rakyat Turki (yang memang sangat rendah di tahun 1920-an), Atatürk menganjurkan penggantian huruf Arab dengan huruf Latin. Seperti Persia, literatur Turki banyak ditulis dalam huruf Arab selama ratusan tahun setelah konversi Turki kepada Islam di tahun 900-an. Karena literatur Turki ditulis dalam aksara Arab, warga Turki bisa membaca Al-Qur’an, dan teks-teks Islam lainnya dengan relatif mudah, menghubungkan mereka ke identitas Islam, yang dilihat Atatürk sebagai sebuah ancaman.
Selain pengenalan huruf Latin, Atatürk menciptakan sebuah komisi yang bertugas menggantikan literatur berbahasa Arab dan Persia. Sesuai dengan agenda nasionalisnya, Atatürk ingin bahasa Turki murni, yang berarti kata-kata Turki tradisional, yang telah menjadi usang selama era Ottoman, kembali ke penggunaan kata-kata non Arab. Misalnya, Perang Kemerdekaan Turki, sebelumnya dikenal sebagai Istiklal Harbi, kemudian dikenal sebagai Kurtulus Savasi, karena “İstiklâl” dan “harb” adalah kata serapan dari bahasa Arab di Turki.
Dari perspektif Atatürk, reformasi bahasa adalah sangat sukses. Dalam beberapa dekade, bahasa Turki Ottoman punah. Generasi muda Turki benar-benar terputus dari generasi yang lebih tua, bahkan mereka sulit untuk melakukan percakapan sederhana. Dengan orang-orang Turki yang buta huruf terhadap bahasa tua mereka sendiri, pemerintah Turki mampu menyebarkan sejarah versi mereka sendiri yang dapat diterima, salah satunya mempromosikan ide-ide nasionalis Turki Atatürk sendiri.
Turki Sekuler
Semua reformasi tersebut saling bekerja sama secara efektif menghapus Islam dari kehidupan Turki sehari-hari. Meskipun upaya terbaik dari pemikir agama Turki (seperti Said Nursi) untuk melestarikan warisan mereka, bahasa, dan agama, tekanan pemerintah untuk mengadopsi ide-ide sekuler terlalu banyak. Selama lebih dari 80 tahun, pemerintah Turki menjadi negara sekuler yang keras. Upaya untuk membawa kembali nilai-nilai Islam ke dalam pemerintahan, telah dihalangi resistensi dari pihak militer, yang memandang dirinya sebagai pelindung dari sekularisme Atatürk.
Pada tahun 1950, Adnan Menderes secara demokratis terpilih sebagai perdana menteri Turki, dan ia mengubah kembali kumandang adzan dalam bahasa Arab. Meskipun ia berhasil, ia digulingkan oleh kudeta militer pada tahun 1960 dan dieksekusi dalam suatu proses pengadilan yang sangat tergesa-gesa dan kilat. Pada tahun 1996, Necmettin Erbakan terpilih sebagai perdana menteri, ia sangat terbuka dengan menyatakan dirinya sebagai seorang “Islamis”. Sekali lagi, militer melangkah masuk, dan menggulingkan dia dari kekuasaan setelah hanya satu tahun berkuasa.
Hubungan Turki modern dengan Islam dan sejarahnya sendiri begitu rumit. Sebagian dari masyarakat sangat mendukung ideologi Atatürk, dan percaya bahwa Islam seharusnya tidak memiliki peran dalam kehidupan publik. Segmen lain dari masyarakat membayangkan kembalinya masyarakat berorientasi pada Islam dan pemerintah, dan hubungan yang lebih dekat dengan seluruh dunia Muslim. [rf/Islampos]
Sumber: Lost Islamic History.