KEMARIN sudah banyak keluar himbauan dari MUI daerah untuk meniadakan Shalat berjamaah di masjid, termasuk Shalat Jum’at. Dan ini adalah himbauan yang baik dan tepat saat ini, karena “dar’ul mafasid muqaddam ‘ala jalbil mashalih” (menolak mafsadah didahulukan dari meraih kemaslahatan), “al-wiqayah khairun minal ‘ilaj” (mencegah lebih baik dari mengobati), dan “adh-dararu yuzal” (dharar harus dihilangkan).
Dari sisi maqashid Syariah pun, kadang beberapa furu’ dari “hifzhud diin” (menjaga agama) bisa ditinggalkan demi “hifzhun nafs” (memelihara nyawa/jiwa), sebagaimana yang sudah pernah saya tulis sebelumnya.
BACA JUGA: Jangan Bikin Fatwa Sembarangan!
Tujuan dari fatwa dan himbauan MUI tentu bukan untuk menjauhkan orang dari masjid, karena masjid adalah rumah Allah dan tempat ibadah umat Islam, tak layak menjauhkan umat Islam darinya. Namun karena ada “mashlahat ‘ammah” yang perlu diambil, maka himbauan peniadaan pelaksanaan Shalat berjamaah dan Shalat Jum’at untuk sementara waktu harus diikuti.
Tujuan himbauan tersebut adalah agar orang-orang tidak berkumpul dan berkerumun yang memudahkan penyebaran virus korona. Salah satu tempat berkumpulnya manusia adalah Shalat lima waktu berjamaah dan Shalat Jum’at di masjid. Bahkan meskipun kita merasa sehat, tetap perlu menghindari berkumpul-kumpul, karena bisa jadi tanpa kita sadari kita adalah carrier (pembawa) virus tersebut. Kita tidak sakit, tapi kita menjadi penyebab banyak orang sakit bahkan meninggal dunia.
Karena tujuannya menghindari kumpul-kumpul dan kerumunan, maka jika berkumpul di masjid saja harus dihindari, maka berkumpul-kumpul di tempat lain yang jauh lebih tidak penting, lebih layak untuk dihindari. Hindari kumpul-kumpul untuk arisan keluarga, pengajian ibu-ibu, makan-makan di rumah makan atau restoran, nonton bioskop (jika belum ditutup), jalan-jalan di mall dan tempat wisata, dan semisalnya. Bahkan sebisa mungkin, jika tidak ada hal yang urgen, tinggal saja di rumah.
BACA JUGA: Bolehkah Orang Awam Berfatwa?
Lalu bagaimana dengan orang-orang yang harus kerja di luar rumah, karena jika tidak kerja hari itu, tidak makan? Idealnya, jika pemerintah serius menanggapi ini, maka suruh mereka tetap di rumah, dan kebutuhan pokok mereka dijamin dan disediakan oleh negara.
Jika kondisinya tidak ideal, seperti saat ini, dan mereka harus bekerja di luar rumah, maka “maa laa yudraku kulluhu laa yutraku kulluhu” (jika tidak bisa mendapatkan keseluruhannya, jangan tinggalkan seluruhnya). Kalau masih harus keluar rumah karena hal yang urgen, maka upayakan jaga jarak dengan orang lain, hindari kerumunan, jaga kebersihan, kalau pulang segera ganti pakaian dan mandi, dan seterusnya, sebagaimana himbauan para ahli kesehatan. []
Wallahu a’lam bish shawab.
Web: Abufurqan.net
Facebook: Muhammad Abduh Negara