DALAM masyarakat yang majemuk, tentu kita adakan berinteraksi dengan orang dari berbagai agama, suku, dan budaya. Ketika ada tetangga yang meninggal, seorang Muslim diharuskan memberikan bela sungkawa dengan cara bertakziyah ke rumahnya. Lalu bagaimana jika yang meninggal berbeda keyakinan? Apakah boleh seorang Muslim melakukan hal tersebut? Bahkan apakah juga boleh ikut mengurus penguburan jenazah non-Muslim dan mendoakannya agar mendapat ampunan?
Dalam masalah ini, Syekh Muhammad Kamil Uwaidah dalam kitabnya Al-Jami’ fi Fiqh al-Nisaa’ menjelaskan, hukum melayat (bertakziyah) untuk jenazah non-Muslim dibolehkan. Demikian pula kalau orang non-Muslim itu sakit, kita dianjurkan untuk menjenguknya.
Anas bin Malik RA meriwayatkan, “Ada anak seorang Yahudi yang mengabdi kepada Nabi SAW. Suatu hari, dia jatuh sakit, dan kemudian Rasul menjenguknya.” Hal yang sama juga dilakukan Nabi Muhammad SAW ketika pamannya, Abu Thalib, meninggal dunia.
BACA JUGA: Ketika Almarhum Koh Steven Buat 2 Sekuriti Rumah Sakit Non-Muslim Jadi Mualaf
Pendapat senada tentang kebolehan umat Islam untuk mengunjungi saudaranya non-Muslim yang sedang sakit, telah diputuskan oleh Majelis Tarjih Muhammadiyah. Dalam buku “Tanya Jawab Agama (1)”, dijelaskan, tidak ada larangan bagi umat Islam untuk melayat jenazah orang non-Muslim. Yang ada larangannya ialah menyalatkan dan mendoakannya.
Larangan menyalatkan jenazah non-Muslim ini termuat dalam surah At-Taubah ayat 84. Sedangkan kebolehan untuk melayat ke kubur dan bukan mendoakannya disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud, dan An-Nasa’i.
Dari Ali RA, ia berkata, “Aku mengatakan kepada Nabi bahwa pamannya (Abu Thalib) yang sudah tua dan sesat itu meninggal dunia.” Rasul kemudian bersabda; “Pergilah engkau menguburkan bapakmu dan jangan berbuat apa-apa (yang sifat ibadahnya), sampai engkau datang kepadaku lagi.” Maka Ali berkata, “Aku pun pergi menguburkannya dan kemudian datang menjumpai Rasul SAW, yang menyuruh aku mandi dan aku didoakannya.”
Dalam salah satu riwayat disebutkan, bahwa Nabi Muhammad SAW pernah berdiri untuk menghormati jenazah non-Muslim yang diantar menuju ke pemakaman. Ketika sahabat memberitahukan bahwa jenazah itu adalah orang Yahudi, Rasul mengatakan, bahwa beliau berdiri bukan untuk menghormati agama dari si mayit, melainkan sebagai makhluk ciptaan Allah SWT.
Pengasuh Lembaga Pengembangan Dakwah dan Pondok Pesantren Al Bahjah, KH Yahya Zainul Ma’arif atau yang akrab disapa Buya Yahya mengatakan, bila ada tetangga non-Muslim yang meninggal dunia maka bagi Muslim hukumnya fardhu kifayah untuk mengurus jenazahnya. Sebaliknya, seorang Muslim akan mendapat dosa bila membiarkan jenazah tetangganya yang non-Muslim tidak ada yang mengurus. Sebab, merawat jenazah wajib bagi Muslim. Menurut Buya Yahya mengurus jenazah non-Muslim pun tercatat sebagai ibadah yang mendatangkan pahala dari Allah SWT.
Pada sisi lain, Buya Yahya menjelaskan, melayat sejatinya bertujuan untuk menghibur orang yang masih hidup, yaitu keluarga yang tengah berduka karena salah satu anggota keluarganya meninggal. Maka itu, menurut Buya Yahya, seorang Muslim boleh saja melayat ke non-Muslim, bahkan dianjurkan.
“Melayat itu kan menghibur orang yang hidup, sah-sah saja selagi dia bukan kafir harbi, yaitu orang kafir yang memerangi kita. Maka kita melayat, datang, itu perintah, anjuran, itu pendidikan dalam Islam. Alangkah indahnya kita datang menghibur yang hidup,” kata Buya Yahya dalam program tanya jawab yang disiarkan melalui Al Bahjah TV beberapa hari lalu.
BACA JUGA: Orang yang Piknik ke Negeri Non-Muslim Tidak Boleh Mengambil Rukhshah
Namun, menurut Buya Yahya, seorang Muslim tidak perlu memaksakan untuk mendoakan jenazah non-Muslim agar mendapatkan ampunan Allah, sebab jenazah tersebut tidak mengimani Allah SWT dan mengharapkan ampunan ketika masih hidup. Seorang Muslim hendaknya datang dan menghibur orang-orang yang hidup atau keluarga yang tengah berduka.
Dibolehkan bagi seorang Muslim memberikan hadiah atau melakukan sesuatu yang membuat keluarga non-Muslim yang tengah berduka menjadi senang atau gembira. Buya Yahya mengatakanm adapun seorang Muslim diperbolehkan berdoa yang isi doanya adalah mendoakan orang-orang yang hidup atau keluarga non-Muslim yang tengah berduka agar mendapat ketabahan dan kebaikan, termasuk hidayah dari Allah SWT.
“Hendaknya kalau kita mau berdoa, mendoakan yang hidup. Semoga Allah memberikan ketabahan, diberikan setelah ini segala kebaikan, kebaikan itu kan macam-macam, termasuk hidayah,” kata Buya Yahya. []
SUMBER: REPUBLIKA