KETIKA seseorang tidak mendapatkan air di kendaraan, sementara di tempat duduknya ada debu maka boleh digunakan untuk tayamum, dan hukumnya sah. Begitulah kira-kira Islam memudahkan kita, tidak ‘saklek’ dalam bentuk debu seutuhnya.
Ibnu Qudamah mengatakan, “Jika ada orang yang menepukkan kedua tangannya di kain wol, baju, kantong, atau pelana, dan ada debu yang menempel di tangannya lalu dia gunakan untuk tayammum, hukumnya boleh. Demikian yang ditegaskan oleh Imam Ahmad. Penjelasan Imam Ahmad ini menunjukkan bolehnya menggunakan tanah, dimanapun dia berada. Oleh karena itu, jika seseorang menepukkan tangannya di batu, tembok, binatang, atau benda lainnya, dan ada debu yang menempel di tangannya, maka boleh digunakan untuk tayammum. Namun, jika tidak ada debu, tidak boleh digunakan untuk tayammum.” (Al-Mughni, 1:281).
BACA JUGA: Sebelum Tayamum, Perhatikan 7 Hal Berikut Ini
As-Sarkhasi mengatakan, “Imam Abu Hanifah dan Muhammad bin Hasan berdalil dengan hadis Umar radhiallahu’anhu, bahwa suatu ketika beliau bersama para sahabat dalam sebuah perjalanan. Tiba-tiba mereka melihat bejana dari tanah liat, kemudian beliau menyuruh agar para rombongan untuk menepuk wol atau pelana mereka kemudian digunakan untuk tayammum. Karena debu termasuk tanah.” (Al-Mabsuth As-Sarkhasi, 1:109).
Akan tetapi jika tempat duduk tersebut tidak berdebu, atau hampir tidak berdebu maka tidak boleh digunakan untuk tayammum.
Tata Cara Tayamum di Kendaraan
1. Menempelkan kedua telapak tangan kesandaran kursi depan (jika di pesawat, dengan dindingnya)
2. Sapukan kedua telapak tangan ke wajah secara merata dari ujung rambut (dahi) sampai ke dagu
3. Menempelkan lagi kedua telapak tangan ke bangku depan atau dinding pesawat yang belum tersentuh
4. Menyapukan tangan kanan hingga pergelangannya dengan tangan kiri, dan menyapu tangan kiri dengan tangan kanan
BACA JUGA: Keelokan Aisyah dan Turunnya Ayat Tayamum
Diantara Hikmah Disyari’atkannya Tayammum
Diantara hikmah tayyamum adalah untuk menyucikan diri kita dan agar kita bersyukur dengan syari’at ini. Sehingga semakin nampak kepada kita bahwa Allah sama sekali tidak ingin memberatkan hamba-Nya. Setelah menyebutkan syariat bersuci, Allah mengakhiri ayat tersebut dengan firman-Nya:
مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak menyucikan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (Qs. Al Maidah: 6). []
Sumber: Fatwa Syabakah Islamiyah, no.35636 | konsultasisyariah.com