PATUNG dalam bahasa Arab disebut dengan al-asnam atau al-authan. Istilah al-asnam bermakna berhala atau sesuatu yang disembah. Bagaimana pandangan Islam terkait patung?
Selain bermakna berhala, al-asnam juga dapat diartikan sebagai tiruan bentuk orang, hewan, dan lain-lain yang dibuat atau dipahat dari batu, kayu, atau benda-benda lain.
Adapun seiring perkembangan zaman, dalam pemikiran modern terminologi patung kemudian bergeser menjadi sesuatu yang bukan berhala.
Hal ini berarti patung merupakan karya seni dari buah kreasi manusia yang tidak untuk disembah atau dipuja melainkan sekadar sebagai ornamen keindahan dan diperuntukkan fungsi-fungsi lainnya juga.
BACA JUGA: Hukum Shalat di Tempat yang Ada Patungnya
Patung dalam Ajaran Islam
Dalam Al-Qur’an, patung tercantum pada kisah Nabi Sulaiman yang bisa menggunakan tenaga jin.
Pada dasarnya kita dapat mengetahui tanda-tanda Sulaiman menundukkan segolongan jin atas kuasa Allah untuk membangun istana-istana yang megah, bangunan-bangunan tinggi, dan patung-patung yang indah.
Sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an surat Saba’ ayat 13,
يَعْمَلُوْنَ لَهٗ مَا يَشَاۤءُ مِنْ مَّحَارِيْبَ وَتَمَاثِيْلَ وَجِفَانٍ كَالْجَوَابِ وَقُدُوْرٍ رّٰسِيٰتٍۗ اِعْمَلُوْٓا اٰلَ دَاوٗدَ شُكْرًا ۗوَقَلِيْلٌ مِّنْ عِبَادِيَ الشَّكُوْرُ
Artinya: Mereka (para jin) selalu bekerja untuk Sulaiman sesuai dengan kehendaknya. Di antaranya (membuat) gedung-gedung tinggi, patung-patung, piring-piring (besarnya) seperti kolam dan periuk-periuk yang tetap (di atas tungku). Bekerjalah wahai keluarga Daud untuk bersyukur. Sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang banyak bersyukur.
Jin-jin itu membuat apa yang diinginkan oleh Sulaiman baik berupa rumah-rumah istana yang menjulang tinggi maupun patung-patung dalam berbagai macam rupa yang dibuat dari tembaga, kaca, dan batu pualam. Juga piring-piring besar dan periuk besar yang tidak bisa ditelungkupkan karena besarnya.
Kerap kali Al-Qur’an mengecam keberadaan patung-patung dan juga mencela orang-orang yang menjadikan patung-patung sebagai Tuhan. Bahkan, Al-Qur’an juga mengisahkan masa di mana Ibrahim menghancurkan berhala-berhala.
Senada dengan hal tersebut, Rasulullah pun telah memusnahkan berhala-berhala yang disimpan di dalam Kakbah dan yang diletakkan di bukit Shafa dan Marwah.
Prof. Dr. Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy dalam Tafsir AL-Quranul Majid An-Nur Jilid 3 menjelaskan bahwa sunnah pun mencela pekerjaan membuat patung dan orang-orang yang membuatnya. Begitu pula hukum mengumpulkan patung-patung itu.
Apabila disimpulkan maka mayoritas ulama sependapat bahwa jika patung itu berbentuk menyerupai ciptaan Allah maka kita haram menyimpannya.
Menurut Alim Ulama
Dalam buku Prinsip dan Panduan Umum Seni Islami yang disusun oleh Tim Komisi Pembinaan Seni dan Budaya Majelis Ulama Indonesia, dijelaskan bahwa terdapat beberapa pendapat ulama mengenai hukum seni rupa (termasuk patung) di dalam Islam.
Pandangan ulama salaf yang populer pada awal kemunculan Islam beranggapan bahwa segala bentuk peniruan adalah usaha menyaingi kesempurnaan Tuhan dan wujud keinginan menciptakan Tuhan baru.
Akan tetapi di sisi lain banyak pula yang membantah pendapat tersebut bahwa bagaimanapun hasil penciptaan manusia tetap tidak akan pernah bisa menyamai apa yang telah diciptakan oleh Tuhan ataupun Tuhan itu sendiri.
Patung berbentuk manusia yang tidak dimaksudkan untuk penyembahan atau peribadatan atau pemujaan tetapi untuk maksud diagungkan seperti patung raja, pimpinan atau tokoh, maka lebih dekat keharamannya.
Meskipun ada pendapat yang hanya memakruhkan, apabila tak dimaksudkan untuk penghormatan dan pengagungan. Hal ini berlaku untuk patung berwujud penuh atau setengah badan saja.
Ulama Quraish Shihab berpendapat bahwa sebagian ahli memang menafsirkan secara tekstual. Namun, ada pula yang memahami secara kontekstual sebagaimana pada saat itu Nabi Muhammad mengharamkan patung dan semacamnya karena di zaman itu masyarakat Arab masih menyembah patung.
Akan tetapi, apabila dalam suatu masyarakat patung tersebut tidak berwujud makhluk bernyawa secara sempurna, juga tidak disembah atau tidak dikhawatirkan lagi untuk disembah, tentunya larangan tersebut tidak lagi berlaku.
BACA JUGA: Viral Patung Mata Satu yang Ada di Jeddah, Apa Penjelasannya?
Bahkan, mayoritas ulama juga mengecualikan gambar atau patung yang digunakan sebagai mainan anak-anak untuk kepentingan belajar. Hal yang mendasarinya adalah hadits dari Sayyidah Aisyah RA yang menyatakan bahwa Rasulullah pernah melihat mainan patung kuda bersayap dua di antara anak-anak yang bermain bersama Aisyah.
Di saat beliau menanyakan perihal mainan tersebut, Aisyah menjawab, “Tidakkah engkau pernah mendengar bahwa Sulaiman AS punya banyak kuda yang bersayap?” Mendengarnya, Rasulullah hanya tertawa. (HR Imam Abu Daud).
Demikian penjelasan tentang hukum patung di dalam ajaran Islam. Semoga dapat memperkaya khazanah pengetahuan dan juga bermanfaat bagi kita semua. []
SUMBER: DETIK