SEBAGAI agama yang membela hak-hak manusia, Islam memberikan perhatian khusus kepada buruh. Islam melindungi hak-hak buruh untuk mendapatkan kehidupan yang layak dan sejahtera. Karena tanpa usaha dan kerja keras para buruh, tidak mungkin majikan atau pengusaha bisa menjalankan kegiatan produksi barang atau jasa sendirian.
Dalam Islam, buruh digolongkan sebagai kaum Mustadhafiin. Mustadhafiin adalah sebuah terma yang terdapat dalam Alquran, untuk menggambarkan sekelompok masyarakat yang lemah dan dilemahkan. Lemah dalam arti dia tidak memiliki kedaulatan yang penuh atas dirinya sendiri. Kehidupannya tergantung pada orang lain.
BACA JUGA: Pekerjaan Seperti Apa yang Bisa Menghapuskan Dosa?
Ketergantungan itu bisa dalam hal ekonomi
(QS An-Nisa [4]:127) Dan mereka minta fatwa kepadamu tentang para wanita. Katakanlah: “Allah memberi fatwa kepadamu tentang mereka, dan apa yang dibacakan kepadamu dalam Al Quran (juga memfatwakan) tentang para wanita yatim yang kamu tidak memberikan kepada mereka apa yang ditetapkan untuk mereka, sedang kamu ingin mengawini mereka dan tentang anak-anak yang masih dipandang lemah. Dan (Allah menyuruh kamu) supaya kamu mengurus anak-anak yatim secara adil. Dan kebajikan apa saja yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahuinya.
Lemah secara pribadi
(QS An-Nisa [4]:97-98). Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya : “Dalam keadaan bagaimana kamu ini?.” Mereka menjawab: “Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah).” Para malaikat berkata: “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?.” Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali, Kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah).
Terzalimi oleh kekuasaan
(QS An-Nisa [4]:75). Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau!”
Secara legal, orang yang digolongkan sebagai kaum lemah antara lain fakir, miskin dan mualaf, maka bagi mereka berhak untuk mendapatkan pembagian zakat.
Buruh atau pekerja dikategorikan sebagai mustadh’afiin menurut konsepsi Alquran, minimal karena dua alasan.
Pertama, posisi mereka sangat lemah secara ekonomi. Kehidupan mereka tergantung pada sang majikan (pemilik modal). Majikan bisa memecat (baca: mem-PHK para buruh kapan saja dengan alasan bangkrut dan berbagai alasan lain).
Kedua, para buruh tidak mendapatkan perlindungan yang cukup dari pemerintah.
Islam dan Buruh
Islam menempatkan kaum lemah (mustadh’afiin), sebagai pihak yang harus dilindungi dan diberikan akses terhadap ekonomi yang memadai. Kaum lemah selalu diberi porsi oleh Allah sebagai orang yang berhak mendapatkan rezeki dari orang lain.
Mereka ditempatkan sebagai orang yang berhak mendapatkan pembagian zakat (baik zakat fitrah maupun zakat maal), mereka berhak mendapatkan makanan sebagai hukuman bagi orang yang melakukan dhihar kepada istrinya dan orang yang melakukan hubungan seksual dengan istrinya pada siang hari di bulan ramadhan. Masyarakat yang dalam kondisi lemah atau dilemahkan berhak untuk mendapatkan perlindungan, baik perlindungan dari penyiksaan maupun perlindungan dalam hal ekonomi.
Kaum lemah, dengan spesifikasi kaum buruh, mendapatkan perhatian yang sangat tinggi dari Nabi Muhammad SAW. Pengalaman Nabi Muhammad SAW tatkala menjadi seorang pekerja bagi Siti Khadijah menjadi inspirasi bagi semua ajarannya tentang bagaimana perlindungan terhadap kaum pekerja. Pada banyak kesempatan Nabi Muhammad SAW memarahi sahabatnya yang berlaku kasar kepada pembantunya. Misalnya dalam riwayat berikut ini:
Dari Abu Mas’ud RA dia berkata: “Aku pernah memukul pembantuku yang laki-laki, tiba-tiba aku mendengar suara di belakangku: ”Ketahuilah hai Abu Mas’ud, sungguh Allah lebih berkuasa atasmu daripada kamu atas pembantumu”, lalu aku segera menoleh, ternyata ia adalah Rasulullah SAW, maka aku berkata: ”Wahai Rasulullah saat ini juga dia kumerdekakan karena Allah”. Lalu Rasulullah menjawab : ”Jika hal itu tidak engkau lakukan, sungguh api neraka itu akan mengenaimu atau api neraka itu akan menghanguskanmu”. HR. Muslim
Nabi juga memerintahkan kepada seorang majikan untuk memberikan makanan yang baik, makanan yang kualitasnya sama dengan apa yang dimakan oleh majikan. Nabi Muhammad saw pernah bersabda:
”Berikanlah makanan kepada mereka dari makanan yang engkau makan dan berikanlah pakaian yang engkau pakai.” (HR. Muslim)
BACA JUGA: Pekerjaan yang Dipuji oleh Rasulullah SAW
Hadits ini sebenarnya dapat dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa kedudukan majikan dan buruh dalam Islam adalah seimbang (equal), bukan sebagai atasan atau bawahan. Semangat tersebut dapat digunakan sebagai dasar penentuan upah melalui mekanisme bipartide maupun tripartide, yaitu antara buruh, majikan dan pemerintah.
Pada kesempatan yang lain Nabi Muhammad saw mengingatkan secara keras kepada para majikan untuk tidak memberikan beban kerja melebihi kemampuan para pekerjanya. Nabi bersabda :
”Sesungguhnya saudara-saudaramu yang menjadi buruhmu, yang (karena) Allah menjadikan mereka di bawah kekuasaanmu. Maka barangsiapa yang saudaranya berada di bawah kekuasaannya maka hendaklah memberi makan kepadanya dari sesuatu yang ia makan dan memberi pakaian kepadanya dari sesuatu yang ia pakai, serta janganlah ia membebani mereka sesuatu yang tidak mampu dijalankan oleh mereka. Jika engkau terpaksa membebani mereka sesuatu yang memberatkan mereka maka bantulah mereka”. (HR. Bukhari)
Hadits yang sangat dekat dengan persoalan kaum buruh adalah hadits yang berbunyi ”Berikanlah upah kepada pekerjamu sebelum keringatnya kering.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sedemikian lengkap ajaran Islam tentang hak-hak buruh, maka selayaknya kaum muslim, khususnya di Indonesia mulai melakukan serangkaian pembelaan bagi mereka, karena mereka orang-orang Islam dan karena mereka adalah manusia yang sama dengan kita semua. []
SUMBER: PUSAT STUDI HAM UII