ISLAM adalah agama yang benar-benar memerhatikan hak-hak kemanusiaan. Salah satunya adalah “kebebasan atau kemerdekaan” yang bisa menyelamatkan manusia dari segala bentuk tekanan, paksaan, kediktatoran dan penjajahan. Selain itu, kebebasan juga bisa menjadikan manusia sebagai pemimpin dalam kehidupan ini, tetapi pada saat yang sama ia juga sebagai hamba Allah SWT.
Lalu kebebasan untuk apa?
Kebebasan yang diatur Islam adalah kebebasan beragama, kebebasan berfikir, kebebasan berpolitik, kebebasan madaniyah (bertempat tinggal) dan segala bentuk kebebasan yang hakiki dalam kebenaran .
Para penyair banyak menggunakan kata-kata “kemerdekaan” dengan arti manusia terhormat. Seorang penyair berkata, “Seorang hamba sahaya dipukul dengan tongkat, sedangkan orang yang mulia cukup dengan celaan.”
Sebait pepatah mengungkap, “Sabar adalah pahit, dan tidak ada yang sanggup menegaknya kecuali orang yang mulia.”
Di dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah SAW dan dalam berbagai ibadah dalam Islam, mengungkapkan arti kebebasan (kemerdekaan). Seperti dalam shalat, puasa, haji dan umrah, dan di dalam hukum-hukum Islam dan sanksi-sanksinya yang tidak membedakan antara orang bangsawan atau orang rendahan, serta di dalam prinsip-prinsip Islam yang menghilangkan perbedaan antar jenis kelamin, warna kulit dan status sosial ekonomi, dan menjadikan manusia sama rata seperti samanya gigi sisir, kecuali oleh taqwanya.
Kebebasan itu sendiri dapat di artikan sebagai “karamah” (kemuliaan), Allah SWT berfirman, “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam,” (QS Al-Isra’: 70).
Arti kebebasaan lain adalah larangan untuk memaksa dan menghardik (membentak), seperti dalam firman Allah SWT, “Adapun terhadap anak yatim maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang minta-minta maka janganlah kamu menghardiknya,” (QS Adh-Dhuha: 9-10)
Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa mencambuk punggung seorang Muslim dengan tanpa kebenaran maka ia akan bertemu dengan Allah, sedang Allah murka kepadanya,” (HR. Thabrani)
Lebih dari itu Islam menyeru kepada kita untuk berperang dan mengumumkan peperangan dalam rangka untuk membebaskan orang-orang yang tertindas di bumi ini dari cengkeraman para penindas, penjajah dan orang-orang yang dikator.
Allah SWT berfirman, “Mengapa kamu tidak rnau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik dari laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa, “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekkah) yang zhalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau,” (QS An-Nisa’: 75).
Apabila manusia tidak mampu untuk memberantas tekanan dan penindasan, maka tidak ada alasan bagi mereka untuk tidak bisa hijrah dari kampung halaman mereka, dan tidak alasan atas diri mereka untuk menerima kehinaan dan tetap di bawah cengkeraman kezhaliman dan penindasan. Al Qur’an telah memberi ancaman yang keras bagi orang yang rela untuk hidup terhina dan menyerah, di mana ia tidak termasuk orang yang memerangi, dan tidak pula termasuk orang yang berhijrah bersama Muhajirin.
Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan Malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) Malaikat bertanya, “Dalam keadaan bagaimana kamu ini?” Mereka menjawab, “Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekkah).” Para Malaikat berkata, “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?” Orang-orang itu tempatnya di neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali, kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan õidak mengetahui jalan (untuk hijrah), mereka itu, mudah-mudahan Allah memaafkannya. Dan adalah Allah Maha Pemaaaf lagi Maha Pengampun,” (QS An-Nisa’: 97-99).
Sesungguhnya sesuatu yang paling besar perannya dalam menghancurkan kebebasan manusia dan yang datang untuk merusak bangunannya adalah penghambaan antar manusia satu dengan yang lainnya dari selain Allah. []
Sumber: Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur’an dan Sunnah/DR. Yusuf Al-Qardhawi/1997